Minggu, 06 Juni 2010

Anak dengan sindroma Down juga educable.

“Fadlurahman Yazid, lahir tanggal 28 Desember 2000. lahir dengan berat badan 3090 gram dan panjang 47 sentimeter. Lahir spontan, normal, ditolong bidan, lalu dokter menerangkan saya , anak saya menyandang sindroma Down” (catatan ibu Senen, ibu dari ananda Yazid)

Yazid dan diagnosa sindroma Down

Sindroma ini dapat ditegakkan dengan mudah karena tampilan fisik sindroma ini sangat khas. Mata tampak sipit, jarak ke dua mata relatif berdekatan karena kepala juga relatif kecil, sehingga sindroma ini dikenali (dulu) sebagai Mongoloid (seperti -etnis- Mongol). Sebutan sindroma menunjukkan ada hal-hal lain yang merupakan karakteristik sindroma Down. Bayi terlahir dengan lidah yang terjulur karena rongga mulut yang kecil, dengan lidah yang besar, rajah tangan yang khas, yang sering mengganggu tumbuhnya di kemudian hari, ialah otot yang tonusnya kurang, dan sendi yang sangat lentur . Perkembangan terkendala nilai kecerdasannya (IQ berkisar antara 35 hingga 70). Gangguan lain seperti ketaksempurnaan katup jantung tak jarang dapat terjadi juga.

Apa itu sindroma Down?

Sindroma Down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom (da Cuncha, 1992). Keadaan yang paling sering terjadi pada sindroma Down adalah terbentuknya kromosom 21 (trisomy 21) Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan.

Seberapa besar kemungkinan kelahiran dengan sindroma Down?

Kejadian sindroma Down diperkirakan 1 per 800 hingga 1 per 1000 kelahiran. Di Amerika Serikat, terdapat 5429 kasus baru per tahun. Mengenai semua etnis dan seluruh kelompok ekonomi.

Bagaimana usia orangtua berpengaruh?

Usia ibu saat hamil berperan pada kejadian anak dengan sindroma Down. Pada usia ibu hamil antara 20 hingga 24 tahun kemungkinannya 1/ 1490; usia 40 tahun, kemungkinannya 1/60; dan usia lebih dari 49 tahun, kemungkinan kejadiannya 1/11. Namun, meskipun nampaknya peningkatan usia ibu meningkatkan kemungkinan anak dengan sindroma Down, kenyataannya 80 % anak dengan sindroma Down dilahirkan oleh ibu dengan usia kurang dari 35 tahun. Data terbaru menyatakan, usia ayah meningkatkan kejadian sindroma Down.

Catatan tumbuh kembang Yazid (catatan dari bunda Yazid)

Usia 1 bulan: menangis dengan keras , minum ASI mulai banyak, gerak kaki dan tangan mulai banyak; 2 bulan : berat badannya mulai bertambah, kali dan tangan lebih kuat, tetapi leher masih lemas; 3 bulan: mulai bisa miring, belum bisa mengangkat kepala; 4 bulan: bisa tengkurap, ngoceh seperti bayi lain; 5 bulan: bergerak berputar-putar, belum berpindah tempat, ngoceh mulai banyak ; 6 bulan : mulai bisa bergerak maju dengan bertumpu pada perut; 10 bulan–12 bulan: duduk dengan cara yang (menurut bunda Yazid) tidak seperti anak normal (?) , kepala belum bisa tegak ; (pada saat ini, latihan di intensif dengan program Rehabilitasi – terapi fisik , dan terapi wicara)

Usia 1 ½ tahun: baru bisa berdiri dan duduk pelan-pelan, sampai dengan 23 bulan.

Umur 2 tahun baru bisa berjalan dan bicara , ucapan pertamanya : bapak

Untuk makan dan minum : usia 1- 3 tahun masih diblender; 3 ½ tahun : berlatih makan bubur biasa dan usia 4 tahun: mulai makan nasi lembek.; sekarang – 7 tahun : makan biasa.

Tampak sekali diperlukan upaya yang lebih untuk memperoleh kemampuan motorik duduk, berdiri , dan bicara. Bila dibandingkan dengan Milestone , yang merupakan rujukan tumbuh kembang anak, Yazid memerlukan waktu lebih lama untuk mendapatkan kemampuan, bahkan kemampuan dasar mengangkat kepala dengan sempurna, yang merupakan awal pergerakan tubuh untuk duduk, baru dicapai Yazid saat mendekati usia 2 tahun.

Saat ini Yazid kelas 1 SD pada suatu institusi SLB, mampu berkomunikasi yang dapat dimengerti . (”Tatut” untuk takut, ”kit” untuk sakit).

Tapi, Yazid pandai menyanyi !!


Terapi Terpadu untuk Anak Tuna Rungu

Prinsip Dasar Terapi Ellen
(Terapi terpadu = terapi mendengar + terapi wicara)

1. Mendengar melalui telinga yang dibantu ABD, bukan karena melihat gerakan tangan atau gerakan mulut.

2. Keterbatasan si anak dalam merespon pembicaraan kita adalah karena belum mengerti kata/kalimat yang didengar (keterbatasan kosa kata, karena baru mulai mendengar selama 2 tahun), sehingga perlu dibantu dengan gambar/gerakan tangan. Tetapi bantuan inipun sifatnya hanya sesaat dalam rangka memasok kata baru, setelah kata tersebut dimengerti, bantuan visual dihilangkan.

3. Karena itu yang penting adalah memasok kosa kata ke telinga Ellen, tanpa menuntut dia segera/langsung dapat mengerti apalagi mengucapkan. John Tracy Clinic menuliskan: untuk dapat mengerti suatu kata si anak harus mendengar 100 kali, untuk dapat mengucapkan ia harus mendengar 1000 kali. Jadi sejak Ellen memakai ABD kami konsentrasi memasok dan memasok kata ke telinganya (saat bercakap-cakap normal, maupun saat spesifik mengajarkan kata-kata baru).

4. Teknik berbicara adalah dengan volume suara normal di dekat telinganya. Hal ini bertujuan agar suluruh konsonan dapat ditangkap. Bicara pada jarak yang lebih jauh dengan suara keras (berteriak) menyebabkan yang ditangkap hanya vokal saja.

5. Kami telah menerapkan point 1-4 selama 1 tahun dan telah terbukti menunjukkan hasil yang baik. Pada akhir tahun pertama, dia baru memiliki bahasa reseptif (paham beberapa kata yang kami ucapkan tanpa dia melihat gerak bibir, tapi dia belum bisa mengucapkannya), lalu setelah itu mulai muncul kata-kata pertamanya (walau pengucapan tidak sempurna, tetapi konsisten), dan langsung disusul dengan kata-kata berikutnya. Metode ini biasa disebut teknik auditory verbal. Ini yang kami terapkan…

6. Kendala yang muncul adalah pengucapan yang masih sangat lemah, karena itulah atas saran John Tracy Clinic kemudian Ellen dibantu terapi wicara (di suatu RS). Terapis wicara membantu membentuk pengucapan Ellen dengan teknik terapi wicara terhadap kata-kata yang sudah dimengerti Ellen tetapi belum bagus pengucapannya. Walaupun hanya 4 bulan (terpaksa quit karena tidak tertampung jadwal baru mereka yang hanya pagi–siang), pola ini telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Metode auditory verbal + terapi wicara ini biasa disebut auditory oral. Ini yang kami lanjut-terapkan saat ini (dengan bantuan terapis wicara di sekolah).

Catatan:
- Penelitian modern menyatakan hampir semua anak tuna rungu masih punya sisa pendengaran (tidak 100% tuli). Sisa pendengaran ini dapat dioptimalkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD, walaupun tidak secanggih implan koklea).
- Tetapi memakai ABD tidak sama dengan orang memakai kaca mata, yang langsung bisa melihat dengan lebih jelas. Karena respon atas stimuli visual adalah langsung, sedangkan respon atas stimuli auditori adalah melalui tahap pemahaman/interpretasi dulu. Untuk mencapai tahap pemahaman yang penting adalah harus sering mendengar dan mendengar, dengan pengucapan yang jelas, kalimat pendek, dan jika perlu disertai bantuan visual: gambar & gerakan tangan (kadang tanpa bantuan akan sulit anak memahami kata-kata baru, mirip kita nonton film berbahasa asing dimana kita mendengar pemain berbicara cas-cis-cus tanpa kita menangkap artinya). Tetapi bantuan itu perlahan dihilangkan, sehingga nantinya hanya akan berkomunikasi secara verbal. (by: mama Ellen, edited by papa Ellen)


by :Just another weblog