Sabtu, 19 Maret 2011

Kepadatan

A. Pengertian Kepadatan

Kepadatan merupakan masalah bagi setiap negara di dunia terutama negara-negara berkembang umumnya, dan Indonesia khususnya. Pertambahan penduduk secara besar-besaran mengakibatkan berbagai masalah. Seperti kurangnya lapangan pekerjaan yang mengakibatkan peningkatan kejahatan. Selain itu kepadatan menurut sebuah survey turut memberikan kontribusi terhadap peningkatan agresifitas.

Kepadatan memiliki arti hasil bagi jumlah objek terhadap luas daerah. Dengan demikian satuan yang digunakan adalah satuan/luas daerah. Sedangkan ada yang berpendapat bahwa kepadatan adalah jumlah rata-rata penduduk yang mendiami suatu wilayah administrative atau politis tertentu, biasanya dinyatakan dalam jiwa/Km2. Adapun rumus untuk menghitung kepadatan penduduk suatu wilayah:

Kepadatan penduduk = jumlah penduduk (jiwa) / Luas wilayah (km2)

B. Kategori-Kategori Kepadatan

Adapun kepadatan memiliki kategori-kategori. Manurut Altman (1975), variasi indikator kepadatan berhubungan dengan tingkah laku social. Dan variasinya adalah sebagai berikut:

1. Jumlah Individu dalam sebuah kota: Semakin tinggi angka kelahiran dibanding kematian, serta angka penduduk yang masuk dari pada penduduk yang keluar, dapat disimpulkan bahwa kota tersebut padat.

2. Jumlah individu dalam jumlah sensus

3. Jumlah individu pada unit tempat tinggal: artinya semakin banyak anggota keluarga dalam satu rumah di suatu daerah. Semakin padat pula daerah tersebut

4. Jumlah ruangan pada unit tempat tinggal

5. Jumlah bangunan pada lingkungan sekitar dan lain – lain.

Sedangkan Hollahan membagi kategori kepadatan menjadi dua:

1. Kepadatan spasial: Yaitu saat suatu bangunan mengalamii penyempitan walaupun jumlah penduduknya atau penghuninya tetap. Sehingga kepadatan meningkat sejalan dengan menurunnya besar ruangan

2. Kepadatan social: Yaitu diamana suatu keadaan yang tidak ada penyempitan ruangan, namun penduduk atau penghuninya bertambah dan tidak diikuti dengan pembesaran ruangan

C. Akibat-Akibat Kepadatan Tinggi

Kepadatan juga memberikan kontribusi besar terhadap psikis seseorang yang menempati suatu daerah yang padat. Banyaknya penelitian yang menyebutkan bahwa seseorang memiliki tingkat stress dan kekecwaan tinggi pada ruangan yang ditempati lebih dari kapasitas ruangan tersebut dari pada ruang yang ditempati sesuai dengan kapasitas ruangan tersebut. Akibatnya dampak fisik yang diterima inividu adalah peningkatan detak jantung, tekanan darah, dan penyakit lainnya. (Heimstra dan McFarling, 1978).

D. Kepadatan dan Perbedaan Budaya

Namun berhubungan dengan kepadatan adalah suatu persepsi, maka makna dari kepadatan tersebut juga bervariasi. Pengertian kepadatan juga tergantung dimana individu tersebut tinggal. Ternyata di negara dengan jumlah penduduk tinggi seperti di China. Kepadatan bisa mereka terima dengan baik tanpa adanya hal-hal negative seperti yang telah dibahas sebelumnya. Ajaran mereka tentang merawat 5 generasi dalam satu rumah dapat mereka atasi dengan baik tanpa mengalami kesesakan. Jadi perasaan individu tentang kepadatan memiliki penerimaan berbeda ditiap orangnya. Tergantung dari beberapa factor, termasuk kebudayaan didalamnya.


Sumber:

Selasa, 08 Maret 2011

Pendekatan Teori Psikologi Lingkungan

MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PENDEKATAN PSIKOLOGI LINGKUNGAN

A. TEORI PSIKOLOGI LINGKUNGAN
• Arousal Theory (Teori Arousal)
Arousal memiliki arti harfiah yang berarti pembangkit. Pembangkit maknanya adalah gairah atau emosi individu untuk mengerjakan sesuatu. Misalnya saja saat kita kuliah pada mata pelajaran yang tidak menyenangkan, atau materi yang tidak kita suka. Maka secara otomatis kita akan mengantuk atau merasa lelah lebih cepat. Hal tersebut bisa diartikan bahwa kita tidak memiliki arousal untuk mata kuliah tersebut. Berkaitan dengan Psikologi Lingkungan adalah, saat arousal seseorang itu rendah maka kinerja dari orang tersebut menurun, dan sebaliknya saat makin tinggi tingkat arousal seseorang maka semakin tinggi pula konerja nya.
• Teori Beban Lingkungan
Teori ini mengatakan bahwa manusia memiliki pemrosesan informasi yang terbatas. Menurut Cohen (Fisher, 1985; dalam Veitch & Arkkelin, 1995), asumsi tersebut adalah:
1. Bahwa manusia memiliki kapasitas pemrosesan informasi yang terbatas.
2. Jumlah Atensi yang diberikan orang tidak konstan, namun lebih kepada kesesuaian dengan kebutuhan.
3. Ketika informasi yang masuk berlebih, maka perhatian tidak akan bekerja secara maksimal.
4. Stimulus yang masuk akan dipantau, jika stimulus tersebut memiliki makna dan diperhatikan maka aka nada pemrosesan lebih jauh, namun jika tidak akan langsung dibuang atau tidak ada pemrosesan lebih lanjut.
Apabila informasi yang masuk lebih besar dari kapasitas maka akan terjadi yang dinamakan dengan pemusatan perhatian, contohnya saja saat kita sedang menjalani ujian tengah semester, kita akan lebih fokus mengerjakan soal ujian dan lebih cenderung mengabaikan keadaan sekitar sampai soal yang kita kerjakan selesai.
Namun jika sebaliknya, saat stimulus yang datang lebih kecil dari kapasitas dapat terjadi kebosanan pada diri individu. Karena kurangnya stimulus dalam lingkungan juga dapat dikaitkan dengan kemonoton-an informasi yang datang ke diri individu.

• Teori Hambatan Perilaku
Pendapat teori ini adalah stimulasi yang berlebihan menyebabkan terjadinya penghambatan dalam memproses informasi. Sehingga berakibat hilangnya control dari individu terhadap situasi.
Menurut Brehm dan Brehm (dalam Veitch & Arkkelin, 1995), awal saat kita merasakan hilang kendali atau control terhadap lingkungan, maka mula-mula kita akan merasa tak nyaman dan berusaha untuk menekankan kembali fungsi kendali kita. Hal ini disebut dengan fenomena psychological reactance.
• Teori Tingkat Adaptasi
Teori ini memiliki kemiripan dengan teori beban lingkungan, yang dimana stimulus yang tinggi maupun rendah memiliki dampak negativ bagi perilaku individu. Namun nilai lain dari teori ini adalah pengenalan tingkat adaptasi pada individu, misalnya tingkat arousal atau adaptasi individu terbiasa dengan keadaan lingkungan atau tingkat pengharapan suatu lingkungan tertentu.
Menurut Wohwill (dalam Fisher, 1984) membagi 3 dimensi hubungan perilaku lingkungan:
1. Intensitas, yang berhubungan dengan kesesakan atau justru kelenggangan yang dapat mempengaruhi psikologis individu.
2. Keanekaragaman, berkaitan dengan banyaknya informasi yang masuk atau justru sedkitnya informasi yang masuk dan tak sebanding dengan kapasitas pemrosesan informasi. Jika berlebih maka dapat terjadi yang dinamakan overload dan jika terlalu sedikit maka dapat terjadi kemonotonan.
3. Keterpolaan, berkaitan dengan keteraturan suatu pola sehingga dapat atau tidak dapatnya diprediksi oleh individu. Semakin teratur suatu pola semakin mudah dikenali oleh individu, dan begitupun sebaliknya.
Teori Stress Lingkungan
Teori in lebih menekankan pada peran fisiologi, kognisi maupun emosi dalam usaha manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Stress dapat terjadi saat respon stress atau beban melebihi kapasitas tingkat optimal. Hal yang dapat membuat individu menjadi stress disebut dengan stressor. Namun individu memiliki hal yang disebut dengan coping. Jika sumber-sumber coping tersebut habis maka dapat terjadi exhausted atau yang biasa kita sebut dengan kelelahan (Selye dalam Veitch & Arkkelin, 1995).


2. METODE PENELITIAN PSIKOLOGI LINGKUNGAN

a. Studi Korelasi

Seorang peneliti dapat menggunakan variasi dari metode korelasi, jika seorang peneliti berminat untuk memastikan tingkat validitas eksternal yang tinggi (Veitch & Arkkelin, 1995). Studi ini menyediakan informasi tentang hubungan-hubungan atau peristiwa yang terjadi di alam nyata tanpa dipengaruhi oleh pengumpulan data.

Namun sesempurna apapun suatu studi juga memiliki kelemahan. Kelemahan dari studi kasus adalah lemahnya validitas internal, berkebalikan dengan studi laboratorium yang memiliki tingkat validitas internal yang lebih tinggi, namun memliki validitas eksternal yang lebih rendah jika dibandingkan dengan studi korelasi.

b. Eksperiment Laboratorium

Jika peneliti tertarik untuk memastikan tingkat validitas internal yang tinggi, maka studi inilah yang sangat tepat (Veitch & Arkkelin, 1995). Metode ini member kebebasan kepada peneliti untuk melakuakn manipulasi secara sistematik dengan tujuan mengurangi variable-variabel yang mengganggu. Metode ini mengambil subjeknya secara random, yang berarti semua subjek memiliki kesempatan yang sama dalam semua keadaan eksperimen. Namun kelemahan dari metode ini salah satunya adalah hasil yang diperoleh di laboratorium belum pasti dapat diterpkan di luar laboratorium.

c. Eksperimen Lapangan

Metode ini adalah metode penengah antara Korekasi dengan Eksperiment Laboratorium. Asumsinya adalah jika peneliti ingin menyeimbangkan validitas internal yang didapat dalam eksperiment laboratorium dengan validitas eksternal yang didapat dari studi korelasi. Dalam metode ini peneliti tetap melakukan manipulasi sitematis, hanya bedanya peneliti juga harus member perhatian pada variable eksternal dalam suatu seting tertentu

d. Teknik-Teknik Pengukuran

Beberapa disajikan beberapa contoh tekhnik pengukuran dengan keunggulannya masing-masing, antara lain mudah dalam scoring, administrasi maupun dalam proses pembuatannya. Antara lain:

A Self-report

B Kuisioner

C Wawancara atau Interview

D Skala Penilaian



Sumber : http://avin.staff.ugm.ac.id/data/jurnal/psikologilingkungan_avin.pdf
http://pdfcast.org/pdf/beberapa-teori-psikologi-lingkungan