Jumat, 30 April 2010

Sekolah Inklusi, Masih Hitungan Jari

Selama ini, sekolah anak-anak “normal” dengan special need selalu terpisah. Lazuardi-GIS salah satu pionir yang membuat terobosan untuk mengatasi persoalan tersebut. Russanti Lubis

Tahukan Anda, bila dalam setiap 150 kelahiran, salah satunya adalah bayi pengidap autis? Jumlah ini tidak termasuk bayi-bayi yang dilahirkan dengan membawa “kelainan-kelainan” lain, seperti hiperaktif, AD/HD, learning differences/difficulties, down syndrome, dan sebagainya (termasuk juga tunadaksa, tunagrahita, tunaru-ngu, dan lain-lain). Jadi, dapat Anda bayangkan berapa banyak jumlah mereka.
Lalu, setelah mereka memasuki usia sekolah, ke mana mereka menimba ilmu? Tentu saja apa yang disebut dengan sekolah luar biasa, di mana mereka akan bergaul dengan teman-teman senasib. Padahal, berbagai penelitian menunjukkan bahwa mereka yang dulu disebut sebagai anak cacat ini (untuk menghindari konotasi negatif, kini mereka disebut sebagai special need atau yang membutuhkan perlakuan khusus, red.) berhak berada di lingkungan pergaulan yang lebih riil. Karena, pertama, di dunia kerja yang akan mereka jalani, mereka tidak hanya berkumpul dengan orang-orang yang special need. Kedua, mereka terbukti jauh lebih mampu mengembangkan potensi, jika mereka bergaul dengan anak-anak “normal”.

“Berdasarkan alasan ini, orang mulai berpikir tentang sekolah inklusi,” kata Haidar Bagir, pendiri dan pemilik sekolah inklusi, Lazuardi-GIS (Global Islamic School). Sekadar informasi, GIS merujuk pada sifat sekolah ini yaitu sekolah yang berorentasi global dan berlandaskan Islam tapi terbuka untuk umum, sedangkan nama sekolahnya adalah Lazuardi. “Untuk menghindari kerancuan dengan sekolah-sekolah global lain, kami lebih suka menyebutnya GIS,” jelasnya.
Di Indonesia, ia melanjutkan, sekolah inklusi masih dapat dihitung de-ngan jari. “Dan, sekolah kami salah satunya. Bahkan, boleh dikatakan, Lazuardi-GIS yang paling serius menangani pendidikan anak-anak special need. Misalnya, kami memiliki 25 terapis yang dididik secara khusus. Kami juga memiliki 100 guru alumni berbagai universitas di Indonesia yang mempunyai pengetahuan tentang anak-anak special need. Di luar itu, Lazuardi-GIS juga memiliki pusat te-rapi khusus,” ujarnya.

Sebagai sekolah inklusi, Lazuardi-GIS yang berdiri sejak tahun 2000 di atas lahan seluas hampir 3 ha di kawasan Cinere ini, menempatkan anak-anak “normal” dengan yang special need dalam satu kelas. Khusus untuk anak-anak yang memiliki special need cukup besar, disediakan terapis. Karena itu, di setiap kelas (1 sampai dengan 6) terdapat dua guru dan se-orang terapis, yang bertanggung jawab di bawah kordinasi sang guru untuk memberi perlakuan khusus kepada anak-anak special need, sehingga mereka dapat mengikuti pelajaran dengan baik.
“Tentu saja porsi belajar anak-anak special need lebih kecil daripada yang ‘normal’. Bukan membatasi, melainkan kebutuhan akan terapi. Pada waktu-waktu tertentu, bila perlu, anak-anak itu akan ‘ditarik’ dari kelas reguler dan dibawa ke Ruang Pelangi yaitu ruang kelas untuk terapi wicara dan terapi-terapi lain. Kalau masih diperlukan lagi, di luar jam sekolah, mereka diki-rim ke pusat Sekolah Lazuarditerapi khusus. Karena itu, dalam satu kelas hanya ditempatkan dua anak special need,” katanya.
Namun, ia melanjutkan, tidak lagi menjadi special need setelah menjalani pendidikan di sekolah inklusi, jarang terjadi. Sebab, tujuannya yaitu menjadikan mereka bisa hidup mandiri, bergaul, dan diterima masyarakat. “Untuk yang semacam itu, Insya Allah bisa kami lakukan. Yang jelas, orang tua mereka mengakui bahwa kemampuan buah hati mereka meningkat sa-ngat pesat,” ucapnya.


Selain itu, special need beraneka macam dan memiliki tingkatan dari ringan hingga berat. “Jadi, tergantung pada itulah apakah nantinya mereka mampu atau tidak mampu melanjutkan ke SMP biasa usai lulus dari SD sekolah inklusi. Beberapa contoh kasus menunjukkan bahwa semakin mereka dewasa, mereka hampir tidak lagi memiliki handicap untuk bersekolah seperti anak-anak ‘normal’. Tapi, itu bila mereka terus-menerus menda-patkan terapi intensif baik di dalam maupun di luar sekolah. Jadi, semuanya tergantung pada banyak faktor, apakah mereka dapat langsung dilepas dan menjadi mandiri sepenuhnya atau mempunyai tingkat kemandirian tertentu dan masih memerlukan bantuan,” imbuhnya.

Sekolah yang menggunakan dua bahasa dan mempadupadankan kurikulum nasional dengan kurikulum berbagai negara ini, kini memiliki 1.000 murid dengan 50 di antaranya siswa special need. Kepada mereka yang akan masuk SD dibebankan uang masuk Rp20 juta dan SPP Rp500 ribu. Selain itu, juga menerima anak special need berasal dari keluarga tak mampu. Karena, sekolah terakreditasi yang dibangun dengan total modal Rp17 milyar–Rp20 milyar ini, memiliki program beasiswa. “Tidak ada persyaratan khusus untuk menjadi murid Lazuardi-GIS. Tidak ada tes. Prinsip kami first in first serve sesuai dengan paradigma yang kami yakini bahwa semua anak cerdas dan tugas sekolah untuk mengembangkan potensi mereka. Kami hanya memiliki sistem observasi agar kami memiliki informasi yang cukup tentang setiap siswa kami, sehingga kami dapat memberikan pelayanan maksimal,” ujarnya.

Ke depannya, ia menambahkan, ingin mengembangkan Lazuardi-GIS sampai college. Selain itu, akan mengembangkan franchise dengan tujuan agar secara finansial makin kokoh dan bisa memberikan sumbang-an pendidikan bagi negeri ini. Saat ini, Lazuardi-GIS telah memiliki cabang di Jakarta Barat (Lazuardi Cordova), Lampung (Lazuardi Haura), Depok (Bina Qair, binaan), dan Kalimantan.



by : Majalah Pengusaha - Referensi Usaha Anda 2010

Selasa, 06 April 2010

Penanganan Masalah Belajar Anak Autisme Melalui Pendidikan Integrasi

Latar Belakang
Masalah Pada tahun 2005 terjadi peningkatan jumlah anak berkesulitan belajar, terutama penyandang autisme. Mengingat di Negara kita belum ada upaya yang sistimatis untuk menanggulangi kesulitan belajar anak autisme, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan pelayanan pendidikan secara umum. Peningkatan pelayanan pendidikan itu diharapkan dapat menampung anak autisme lebih banyak serta meminimalkan problem belajar terutama pada anak-anak autisme (learning problem). Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan dan pendidikan anak autisme diperlukan pendidikan integrasi dan implementasinya dalam bentuk group/kelas (sekolah), individu (one on one) serta pembelajaran individual melalui modifikasi perilaku.

Pendidikan Integratif
Konsep pendidikan integratif memiliki penafsiran yang bermacam-macam antara lain:
  • Menempatkan anak autisme dengan anak normal secara penuh
  • Pendidikan yang berupaya mengoptimalkan perkembangan fungsi kognitif, efektif, fisik, intuitif secara integrasi
Menurut pandangan penulis, yang di maksud dengan pendidikan integratif adalah :
  • Mengintegrasikan anak autisme dengan anak normal sepenuhnya
  • Mengintegrasikan pendidikan anak autisme dengan pendidikan pada umumnya
  • Mengintegrasikan dan mengoptimalkan perkembangan kognisi, emosi, jasmani, intuisi, pada autisme
  • Mengintegrasikan apa yang dipelajari disekolah dengan tugas masa depan
  • Mengintegrasikan manusia sebagai mahluk individual sekaligus mahluk sosial

Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa banyak anak autisme yang belajar bersama anak normal, tetapi mereka tidak memperoleh pelayanan pendidikan secara memadai atau mereka tidak mendapatkan sekolah dengan alasan yang tidak jelas. Penyebabnya adalah kurangnya sumber daya manusia dan banyak tenaga ahli yang belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang anak autisme atau rasio penyelenggaraan yang sangat mahal, sehingga masih sedikit sekolah yang mau menerima anak autisme karena berbagai alasan diatas. Menyelenggarakan pendidikan integrasi disekolah merupakan kemajuan yang baik, tetapi tidak semudah membalikkan tangan. Namun kita harus berani memulai supaya anak autisme mendapat tempat dan penanganan yang terbaik.

Dimanakah Anak Autisme Harus Sekolah
Komunitas autisme di Jakarta sudah mencapai populasi yang besar dan belum ada sisitem pendidikan yang sistematis. Kalaupun ada biayanya mahal atau belum ada sekolah yang benar-benar sesuai. Tidak ada yang salah dalam situasi ini, baik lembaga, orang tua atau para ahli, mengingat masalah autisme ini masih tergolong baru. Penulis hendak menekankan dengan pemikiran yang sederhana tentang penanganan pendidikan autisme secara benar, dapat digunakan oleh semua kalangan, serta dapat membantu memberikan gambaran anak ini akan dibawa kemana. Kondisi yang harus kita terima sangat berat pada saat anak kita divonis autisme seakan semua pintu telah tertutup, semua jalan jadi buntu, semua kesempatan sudah terlambat. Hanya mukjizat yang akan datang dari Allah. Keadaan yang berat timbul pada saat mengetahui anak kita mengalami hambatan dalam perkembangan dan pertumbuhan dan saat anak memiliki cukup umur harus masuk sekolah.

Beberapa lembaga pendidikan (sekolah) yang selama ini menerima anak autis adalah sebagai berikut;

  • Anak Autis di sekolah Normal dengan Integrasi penuh
  • Anak Autis di sekolah Khusus
  • Anak Autis di SLB
  • Anak Autis hanya menjalani terapi.

Biasanya sebelum sekolah anak-anak ini sudah mendapatkan penanganan dari berbagai ahli seperti : dokter syaraf, dokter specialis anak (Pediatri), Psikologi, Terapi wicara, OT, Fisioterapi,Orthopedagog (Guru khusus). dengan perkembangan dan perubahan sendirisendiri, ada yang maju pesat tapi ada yang sebaliknya. Menurut saya, kebanyakan orang tua penyandang autisme menginginkan sekolah sebagai status anak, tetapi jangan bersikap tidak realistis dengan tidak berbuat apa-apa karena mengintegrasikan anak autisme dengan anak normal secara penuh harus dengan suatu konsep, perhitungan yang matang dan kerja keras.

Kebanyakan sekolah juga belum memiliki jawaban yang baik untuk saat ini. Yang ada orang tua dan guru-guru sekolah harus bekerja sama, bersikap terbuka, selalu komunikasi untuk membuat perencanaan penanganan dengan tehnik terbaik. Langkah-langkah penerimaan oleh sekolah:

  • Tentukan jumlah anak autisme yang akan diterima misal, dua anak dalam satu kelas dan lain-lain.
  • Lakukan tes untuk melihat kemampuan serta menyaring anak
  • Setelah tes, wawancara orang tua untuk melihat pola pikirnya, apa tujuan memasukkan anak ke sekolah.
  • Buatlah kerangka kerja dan hasil observasi awal.
  • Susun bagaimana mengatur evaluasi anak dalam hal: siapa yang
    bertanggung jawab mengawasi, menerima complain, periode laporan perkembangan dan lain-lain.
  • Buatlah kesepakatan antara orang tua dan sekolah bahwa hasil yang dicapai adalah paling optimal.

by :Oleh: Agus Tri Haryanto, S.Pd.
Konsultan anak berkesulitan belajar dan Pelayanan Autisme
Yayasan Wilakertia, Bintaro

Reviera, Anak Down Syndrome Juara Renang Internasional

jwb.com
Reviera Novitasari (15) bersama ibunya Goieha (55).
TAK pernah terbayang oleh Goieha (55), bahwa anaknya Reviera Novitasari (15) yang menderita down syndrome mendapat medali perunggu renang 100 meter gaya dada pada kejuaraan renang internasional di Canberra Australia, 11-13 April 2009.

"Saya tahu dia menderita down syndrome tak lama setelah bersalin. Waktu itu perasaan saya tidak karuan," aku Goieha.

Goieha ingat, sejak dilahirkan wajah anak keempatnya itu mempunyai paras muka yang hampir sama seperti muka orang Mongol. Untuk memastikan keadaan Reviera, dokter di RS Manuela Jakarta menyarankan untuk memeriksakan darahnya di saat umurnya sudah enam bulan.

"Saya sangat kaget dan sedih. Dokter memberikan gambaran terburuk, kalau anak down syndrome tidak bisa mandiri. Jangankan megang pensil, nyisir aja tidak bisa," ungkap isteri Tan Bun Hok (55) ini mengenang.

"Beruntung saya bertemu dengan orangtua yang senasib. Saya semakin menerima keadaannya ketika bergabung di ISDI (Ikatan Sindroma Down Indonesia)," tutur Goieha, yang anak ketiganya telah meninggal.

Situasi baru dalam batin Goieha ini tampaknya memengaruhi pola relasinya dengan Reviera. Anak yang saat ini sudah menginjak kelas 2 SMP ini mampu mementahkan ramalan dokter. "Di luar dugaan Reviera bisa menulis dan membaca. Berhitung juga sudah bisa. Kemampuan renangnya pun menonjol dibanding anak cacat lain," papar Goieha.

Sadar akan bakat anak keempatnya itu, ia memfasilitasi Reviera dengan latihan renang seminggu dua kali di Club SOINA (Special Olympic Indonesia) Sunter Jakarta. "Sebelum mengikuti lomba di Australia, Reviera rutin ikut lomba Porcada tingkat DKI dari tahun 2005-2007. Banyak penghargaan yang telah ia terima," ucap Goieha.

Reviera saat ini sedang berbahagia. Karena, ia baru saja mendapat penghargaan Kategori Anak Penyandang Cacat Berprestasi Internasional dari Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta Swasono.

Prestasi demi prestasi yang diukir Reviera membuat Goieha terus bertekad melatih renang putrinya. "Saya harap bisa dikirim ke Special Olympic World Summer Game di Athena tahun 2011," harap Goieha, yang disambut anggukan oleh Reviera.

Deteksi kehamilan "sindrom drown"

Seorang wanita muda masuk keruang praktek, ditemani dengan ibu dan adik perempuannya.
Saya tidak mampu berkata2. Dia menatap saya takut2. Mungkin dia sudah biasa menghadapi pandangan orang2 terhadap adiknya.
Tapi dia tidak mengerti. Saya memandang adiknya, karena ada rasa haru yang menyeruak. Rasa rindu yang tiba2 membuncah didalam dada.
Rindu kepada almarhum adik saya. Seorang Down Syndrome.

Adiknya berusia 12 tahun, Down syndrome, berteriak2 saat kakaknya mau saya USG. Dia sangat sayang pada kakaknya, kata ibunya.
Emosi saya tidak terbendung, saya membelai kepalanya dan memegang tangannya. Dia diam dan mengikuti langkah saya ke tempat USG.
Tangannya menggenggam erat tangan saya. Sang Ayah meninggalkan mereka, karena tidak mau mempunyai seorang anak Down Syndrome.
Betapa sedihnya mendengar hal itu. Tidakkah sang Ayah tahu, kalau nanti kelak di masa penghisaban yang panjang, dan manusia kehausan karena matahari sangat dekat diatas kepala,
anak2 inilah yang akan membawakan minuman untuk orang tuanya yang ikhlas merawat mereka ?

Istilah Down Syndrome ditemukan setelah JLH Down, menemukan kelainan kariotype trisomi 21 pada tahun 1866.
Insidensnya 1 diantara 800-1000 kelahiran bayi. Karena merupakan suatu kelainan yang tersering yang tidak letal pada suatu kondisi trisomi, maka skrining genetik dan protokol testing menjadi fokus dibidang obstetri.
Biasanya anak Down Syndrome mengalami hipotoni (tonus otot yang lemah), Lidah yang menjulur (karena besar), kepala yang kecil, batang hidung yang datar dan oksiput yang datar.
Kelainan mayor yang sering berhubungan adalah kelainan jantung 30-40%. atresia gastrointestinal, leukimia dan penyakit tiroid. IQ berkisar 25-50.

Insidensnya pada Wanita yang hamil diatas usia 35 th meningkat dengan cepat menjadi 1 diantara 250 kelahiran bayi. Diatas 40 th semakin meningkat lagi, 1 diantara 69 kelahiran bayi.

Selama 20 tahun terakhir, teknologi baru telah meningkatkan metode deteksi kelainan janin, termasuk sindrom Down.

Apa perbedaan antara tes skrining dan tes diagnostik?
Dalam tes diagnostik, hasil positif berarti kemungkinan besar pasien menderita penyakit atau kondisi yang memprihatinkan.
skrining, tujuannya adalah untuk memperkirakan risiko pasien yang memiliki penyakit atau kondisi.
Tes diagnostik cenderung lebih mahal dan memerlukan prosedur yang rumit; tes skrining cepat dan mudah dilakukan.
Namun, tes skrining memiliki lebih banyak peluang untuk salah: ada “false-positif” (test menyatakan kondisi pasien ketika pasien benar-benar tidak) dan “false-negatif” (pasien memiliki kondisi tapi tes menyatakan dia / dia tidak).

Maternal Serum Screening

Darah ibu diperiksa kombinasi dari berbagai marker: alpha-fetoprotein (AFP), unconjugated estriol (uE3), dan human chorionic gonadotropin (hCG) membuat tes standar, yang dikenal bersama sebagai “tripel tes.”
Tes ini merupakan independen pengukuran, dan ketika dibawa bersama-sama dengan usia ibu (dibahas di bawah), dapat menghitung risiko memiliki bayi dengan sindrom Down.
Selama lima belas tahun terakhir, ini dilakukan dalam kehamilan 15 sampai minggu ke-18
Baru-baru ini, tanda lain yang disebut Papp-A ternyata bisa berguna bahkan lebih awal.

* Alpha-fetoprotein dibuat di bagian rahim yang disebut yolk sac dan di hati janin, dan sejumlah AFP masuk ke dalam darah ibu. Pada sindrom Down, AFP menurun dalam darah ibu, mungkin karena yolk sac dan janin lebih kecil dari biasanya.

* Estriol adalah hormon yang dihasilkan oleh plasenta, menggunakan bahan yang dibuat oleh hati janin dan kelenjar adrenal. estriol berkurang dalam sindrom Down kehamilan.

* Human chorionic gonadotropin hormon yang dihasilkan oleh plasenta, dan digunakan untuk menguji adanya kehamilan. bagian yang lebih kecil tertentu dari hormon, yang disebut subunit beta, adalah sindrom Down meningkat pada kehamilan.
* Inhibin A adalah protein yang disekresi oleh ovarium, dan dirancang untuk menghambat produksi hormon FSH oleh kelenjar hipofisis. Tingkat inhibin A meningkat dalam darah ibu dari janin dengan Down syndrome.

* PAPP-A , yang dihasilkan oleh selubung telur yang baru dibuahi. Pada trimester pertama, rendahnya tingkat protein ini terlihat dalam sindrom Down kehamilan.

Pertimbangan yang sangat penting dalam tes skrining adalah usia janin (usia kehamilan).
Analisis yang benar komponen yang berbeda tergantung pada usia kehamilan mengetahui dengan tepat.
Cara terbaik untuk menentukan bahwa adalah dengan USG.

Ultrasound Screening (USG Screening)

Kegunaan utama USG (juga disebut sonografi) adalah untuk mengkonfirmasi usia kehamilan janin (dengan cara yang lebih akurat daripada yang berasal dari ibu siklus haid terakhir).
Manfaat lain dari USG juga dapat mengambil masalah-masalah alam medis serius,
seperti penyumbatan usus kecil atau cacat jantung.
Mengetahui ada cacat ini sedini mungkin akan bermanfaat bagi perawatan anak setelah lahir.
Pengukuran Nuchal fold juga sangat direkomendasikan.

Ada beberapa item lain yang dapat ditemukan selama pemeriksaan USG bahwa beberapa peneliti telah merasa bahwa mungkin memiliki hubungan yang bermakna dengan sindrom Down. Temuan ini dapat dilihat dalam janin normal, tetapi beberapa dokter kandungan percaya bahwa kehadiran mereka meningkatkan risiko janin mengalami sindrom Down atau abnormalitas kromosom lain.
echogenic pada usus, echogenic intracardiac fokus, dan dilitation ginjal (pyelctasis).
marker ini sebagai tanda sindrom Down masih kontroversial, dan orang tua harus diingat bahwa setiap penanda dapat juga ditemukan dalam persentase kecil janin normal.
Penanda yang lebih spesifik yang sedang diselidiki adalah pengukuran dari hidung janin; janin dengan Down syndrome tampaknya memiliki hidung lebih kecil
USG dari janin tanpa kelainan kromosom. masih belum ada teknik standar untuk mengukur tulang hidung dan dianggap benar-benar dalam penelitian saat ini.

Penting untuk diingat bahwa meskipun kombinasi terbaik dari temuan USG dan variabel lain hanya prediksi dan tidak diagnostik.
Untuk benar diagnosis, kromosom janin harus diperiksa.

Amniosentesis

Prosedur ini digunakan untuk mengambil cairan ketuban, cairan yang ada di rahim.
Ini dilakukan di tempat praktek dokter atau di rumah sakit. Sebuah jarum dimasukkan melalui dinding perut ibu ke dalam rahim,
menggunakan USG untuk memandu jarum. Sekitar satu cairan diambil untuk pengujian.
Cairan ini mengandung sel-sel janin yang dapat diperiksa untuk tes kromosom.
Dibutuhkan sekitar 2 minggu untuk menentukan apakah janin sindrom Down atau tidak.

Amniocentesis biasanya dilakukan antara 14 dan 18 minggu kehamilan;
beberapa dokter mungkin melakukannya pada awal minggu ke-13.
Efek samping kepada ibu termasuk kejang, perdarahan, infeksi dan bocornya cairan ketuban setelah itu.
Ada sedikit peningkatan risiko keguguran: tingkat normal saat ini keguguran kehamilan adalah 2 sampai 3%,
dan amniosentesis meningkatkan risiko oleh tambahan 1 / 2 sampai 1%.
Amniosentesis tidak dianjurkan sebelum minggu ke-14 kehamilan karena risiko komplikasi lebih tinggi dan kehilangan kehamilan.

Rekomendasi saat ini wanita dengan risiko memiliki anak dengan sindrom Down dari 1 dalam 250 atau lebih besar harus ditawarkan amniosentesis.
Ada kontroversi mengenai apakah akan menggunakan risiko pada saat penyaringan atau perkiraan resiko pada saat kelahiran.
(Risiko pada saat skrining lebih tinggi karena banyak janin dengan Down syndrome membatalkan secara spontan sekitar waktu penyaringan atau sesudahnya.

Chorionic Villus Sampling (CVS) Chorionic Villus Sampling (CVS)

Dalam prosedur ini, bukan cairan ketuban yang diambil, jumlah kecil jaringan diambil dari plasenta muda (juga disebut lapisan chorionic).
Sel-sel ini berisi kromosom janin yang dapat diuji untuk sindrom Down.
Sel dapat dikumpulkan dengan cara yang sama seperti amniosentesis, tetapi metode lain untuk memasukkan sebuah tabung ke dalam rahim melalui vagina.

CVS biasanya dilakukan antara 10 dan 12 minggu pertama kehamilan.
Efek samping kepada ibu adalah sama dengan amniosentesis (di atas).
Risiko keguguran setelah CVS sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan amniosentesis, meningkatkan risiko keguguran normal 3 sampai 5%.
Penelitian telah menunjukkan bahwa dokter lebih berpengalaman melakukan CVS, semakin sedikit tingkat keguguran.


by : dunia anak luar biasa.com

Robot Berkulit Bantu Anak Autis Berinteraksi

Jakarta- Anak autis seringkali bermasalah dalam melakukan interaksi sosial. Sebuah robot dengan kulit buatan dikembangkan untuk membantu anak-anak penyandang autis dalam berinteraksi sosial.

Para peneliti di University of Hertfordshire�s School of Computer Science yang diketuai Professor Kerstin Dautenhahn mengerjakan sebuah proyek untuk mengembangkan robot berkulit dan dilengkapi sensor peraba. Robot humanoid seukuran anak kecil ini dinamakan Kasper.

Dikutip detikINET dari Sciencedaily, Senin (4/5/2009), teknologi sensor akan memberikan feedbacksentuhan dari berbagai bagian tubuh robot. Kulit robot yang berpadu dengan sensor peraba akan mendeteksi berbagai jenis sentuhan.

"Anak-anak autis seringkali bermasalah dengan sentuhan. Ide untuk melapisi robot dengan kulit buatan akan membantu pengembangan komunikasi dan interaksi sosial. Sensor peraba akan memungkinkan robot mendeteksi berbagai tipe sentuhan, dan menanggapinya dengan cara-cara yang berbeda," ujar Professor Kerstin Dautenhahn.

Para peneliti berharap, robot ini akan dapat menanggapi berbagai macam gaya permainan anak-anak saat bermain dengannya, sehingga dapat membantu anak-anak mengembangkan interaksi sosial yang sewajarnya (tidak terlalu agresif) saat berhadapan dengan orang-orang.


by : dunia anak luar biasa

Lebih Banyak Anak Lahir Mengidap Sindrom Down

Berprestasi Lebih Banyak dan Hidup Lebih Lama Daripada Sebelumnya

PORTSMOUTH, 16 September (ANTARA/PRNewswire-AsiaNet) -- Analisa baru menunjukkan bahwa dewasa ini banyak lagi bayi dilahirkan dengan sindrom Down daripada 15 tahun yang lalu di Inggris, meskipun telah ada pemeriksaan genetika di seluruh dunia. Dewasa ini, lebih banyak orang mengidap sindrom Down daripada sebelumnya. Mereka berprestasi lebih banyak dan hidup lebih lama dengan kehidupan yang lebih berkecukupan, dengan mempertanyakan etika pemeriksaan. Pemeriksaan juga beresiko terhadap bayi yang tidak mengidap sindrom Down. Analisa baru ini memperkirakan bahwa pemeriksaan menyebabkan kematian 400 bayi yang tidak mengidap sindrom Down setiap tahunnya di Inggris dan Wales saja.

Lebih banyak bayi dilahirkan setiap tahun. "Sekarang lebih sedikit bayi seringkali dianggap lahir dengan sindrom Down. Ini tidak benar - kelahiran bayi pengidap sindrom Down bertambah 25% dalam 15 tahun di Inggris. Pada saat yang sama, harapan hidup dan mutu kehidupan terus membaik," kata Frank Buckley, Kepala Eksekutif badan amal sekaligus penyusun bersama laporan tersebut. "Lebih banyak orang mengidap sindrom Down daripada sebelumnya dengan lebih dari 600.000 pengidap di seluruh Eropa dan Amerika Utara dan mungkin 4 juta di seluruh dunia. Masih banyak lagi yang harus dilakukan, namun pengidap sindrom Down mencapai lebih banyak berkat perawatan kesehatan dan peluang yang lebih baik serta pendekatan pengajaran yang lebih efektif."

Meskipun mutu kehidupan pengidap sindrom Down terus membaik, kebijakan pemerintah mengharuskan pemeriksaan genetika diberikan kepada semua wanita hamil, yang menimbulkan resiko terhadap 700.000 kehamilan setiap tahun. Sekitar 95% dari semua hasil pemeriksaan adalah salah. Wanita yang memperoleh hasil ini didorong untuk mempertimbangkan pengujian yang bersifat menyerang (invasive). Antara 1 dari 100 dan 1 dari 50 kehamilan yang diuji dengan cara ini gagal sebagai akibat pengujian tersebut.

Down Syndrome Education International menghimbau penelitian lebih lanjut dan dukungan yang lebih baik bagi pengidap sindrom Down. Badan amal ini juga menghimbau kajian ulang kebijakan pemeriksaan dan pembahasan lebih luas tentang bisanya pemeriksaan genetika diterima untuk kemampuan mental dan fisik selama kehamilan.

Tentang laporan

Kematian yang salah dan kehidupan yang benar - pemeriksaan sindrom Down oleh Frank Buckley dan Sue Buckley akan diterbitkan dalam Penelitian dan Praktek Sindrom Down serta online di Down Syndrome Online pada 17 September 2008 di: http://www.down-syndrome.org/editorials/2087/

Keterangan lebih lanjut

http://www.downsed.org/media/releases/2008/09/

Down Syndrome Education International

Down Syndrome Education International berupaya memperbaiki pendidikan bagi remaja pengidap sindrom Down melalui penelitian ilmiah serta jasa informasi dan dukungan berbasis bukti. Badan amal ini bekerjasama dengan keluarga, guru dan ahli terapi, peneliti serta organisasi pendukung di lebih dari 170 negara. Upaya Down Syndrome Education International membantu lebih dari 100.000 pengidap sindrom Down berprestasi lebih banyak setiap tahun.

by :Situs Web: http://www.downsed.org/

17 Tanda Seseorang Menderita Sindroma Down

Sindroma Down adalah suatu kondisi di mana materi genetik tambahan menyebabkan keterlambatan perkembangan anak, dan kadang mengacu pada retardasi mental. Orang dengan Sindroma Down memiliki kelainan pada kromosom nomor 21 yang tidak terdiri dari 2 kromosom sebagaimana mestinya, melainkan tiga kromosom (trisomi 21) sehingga informasi genetika menjadi terganggu dan anak juga mengalami penyimpangan fisik, seperti kepala belakang pipih dan kanal dalam telinga sempit.

Sindroma ini diberi nama berdasarkan nama penemunya, yaitu John Langdon Down dari Inggris pada tahun 1866. Walaupun Sindroma Down tidak dapat dicegah, sindroma ini dapat dideteksi sebelum anak lahir.

Pengaruhnya terhadap Anak-anak

Anak dengan Sindroma Down akan memiliki gejala-gejala sebagai berikut:
1. Tegangan ototnya lemah, khususnya pada saat lahir
2. Bentuk tulang tengkorak asimetris
3. Bagian belakang kepala datar
4. Terdapat lesi pada iris mata yang disebut bintik Brushfield
5. Kepala lebih kecil daripada normal (mikrosefalus) dan bentuknya abnormal
6. Rambut tipis, merah, dan rontok
7. Hidung datar, lidah menonjol, dan mata sipit ke atas
8. Pada sudut mata sebelah dalam terdapat lipatan kulit yang berbentuk bundar (disebut lipatan epikantus), mata juling
9. Mengalami gangguan bicara karena gangguan konstruksi rahang dan mulut, lidah panjang
10. Tangan pendek dan lebar dengan jari-jari tangan yang pendek dan seringkali hanya memiliki 1 garis tangan pada telapak tangannya
11. Jari kelingking hanya terdiri dari 2 buku dan melengkung ke dalam
12. Gangguan pendengaran, telinga kecil dan terletak lebih rendah, kadang terdapat infeksi telinga
13. Di antara jari kaki pertama dan kedua terdapat celah yang cukup lebar
14. Mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan
15. Keterbelakangan mental (tingkat kecerdasan di bawah normal)
16. Kadang diikuti dengan menderita kelainan bawaan, seperti gangguan jantung, leukemia, Alzheimer, atresia esofagus (penyumbatan kerongkongan), dan atresia duodenum (penyumbatan usus 12 jari).
17. Kadang juga menderita beberapa gangguan kesehatan lain, seperti gangguan tiroid, gangguan saluran pencernaan, kejang, obesitas, dan kerentanan terhadap infeksi.

DIAGNOSA

Deteksi terhadap kejadian Sindroma Down dapat dibagi menjadi dua, yaitu screening test dan diagnostic test. Screening test digunakan untuk mengukur resiko kemungkinan janin menderita Sindroma Down; diagnostic test digunakan untuk memastikan bahwa janin tersebut benar-benar menderita Sindroma Down atau tidak.

Screening test adalah metode non-invasif dan tidak menimbulkan rasa sakit. Beberapa tes yang dapat digunakan adalah:
1. Nuchal translucency testing. Tes ini dapat dilakukan pada kehamilan 11-14 minggu, menggunakan ultrasonografi (USG).
2. The triple screen (multiple marker test) dengan alfa-fetoprotein. Tes ini dapat dilakukan pada kehamilan 15�20 minggu. Kadar alfa-fetoprotein yang rendah di dalam darah ibu menunjukkan resiko tinggi terjadinya Sindroma Down pada janin yang dikandungnya.
3. USG, untuk mengetahui kelainan fisik pada janin. Namun tes ini hanya akurat sekitar 60% karena sering terganggu dengan munculnya pembacaan positif-palsu dan negatif-palsu.

Sementara itu, diagnostic test menggunakan metode-metode invasif sebagai berikut:
1. Amniosentesis. Dikerjakan pada usia kehamilan 16 � 20 minggu, pada Ibu hamil akan diambil cairan amnionnya dengan menggunakan jarum yang melewati abdomen. Sel-sel pada cairan amnion tersebut dapat dianalisa untuk mencari adanya kromosom abnormal.
2. Chorionic villus sampling (CVS). Tes ini menggunakan sampel dari plasenta dan dapat dikerjakan pada kehamilan 8 � 12 minggu.
3. Percutaneous umbilical blood sampling (PUBS). Tes ini menggunakan sampel kecil dari darah pada saluran umbilikus dan dapat dikerjakan pada kehamilan lebih dari 20 minggu.
Ketiga tes tersebut dapat menimbulkan komplikasi seperti kelahiran preterm.

Diagnosis Sindroma Down lain dapat ditegakkan dengan pemeriksaan tambahan, seperti EKG, ekokardiogram, rontgen dada, rontgen saluran pencernaan, atau dengan bantuan stetoskop untuk mencari murmur (bunyi jantung tambahan).

PENATALAKSANAAN

Tidak ada pengobatan khusus untuk sindroma Down. Penderita sindroma ini harus mendapat pendidikan dan pelatihan khusus. Dari kecil, sebaiknya mereka harus mendapat stimulasi sejak dini melalui berbagai permainan, seperti melompati benda-benda yang disebut namanya, serta belajar warna dari bunga dan daun di halaman. Dengan stimulus-stimulus ini, diharapkan penderita akan dapat tumbuh dan berkembang nyaris normal. Walaupun kemampuan kognitif matematis tidak setinggi orang normal, namun dengan bekal keterampilan yang dimiliki mereka umumnya sangat antusias dan berdedikasi tinggi dalam bekerja.

Selain itu, kelainan lain yang terdapat pada penderita harus diatasi sesuai dengan permasalahannya. Misalnya, kelainan jantung tertentu harus diperbaiki melalui pembedahan, atau gangguan pendengaran dan penglihatan diatasi dengan menggunakan berbagai alat bantu, atau operasi, bila memungkinkan.


by : dunia anak luar biasa.com

Hati-hati Gejala Down Sindrom pada Anak - anak

Makna Down Sindromsebenarnya bukan sesuatu yang asing bagi kita. Sering kali makna tsb menjadi bahan diskusi hangat, topik pembicaraan pagi bersama kopi panas, atau sekedar obrolan di warung kopi. Tapi intinya masyarakat kita sudah terbiasa berinteraksi dengan Down Syndrom society n� side others..

Bila kita melongok kedalam kelas di salah satu SLB (Sekolah Luar Biasa) kita akan menjumpai anak-anak yang mengalami down sindrom. Demikian pula jika kita berada pada ruangan praktek terapi akunktur, terapi herbalis modern ataupun klinik tumbuh kembang anak. Anak-anak itu seperti masyarakat pada umumnya jika berada pada komunitas mereka sendiri. Bermain, tertawa riang, bercanda, bersenda gurau dan saling berkomunikasi (dengan bahasa dan gerak tubuh yang �khas� mereka)..

Barangkali kita lebih mengenal kata AUTHYS ketimbang down sindrom, tetapi sebenarnya relatif sama. Hanya jika penderita authys lebih cenderung complex dan spesifik. Ada penderita autis yang relatif lambat perkembangan otak/mental dan pisiknya dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Ada juga penderita autis yang justru lebih aktif (hyperactive) dan cenderung ingin lebih ketimbang anak-anak yang lain..

Jika kita berada diantara saudara-saudara kita yang menderita down sindrom, perasaan dan hati kita akan dipermainkan oleh suasana sedih, miris, terkadang kita tertawa namun dilain kesempatan kita akan merenung. sedih melihat betapa ujian dan cobaan Allah telah dating kepada mereka di usia mereka yang masih sangat belia tanpa mereka sendiri merasakan bahwa mereka mengalami kekurangan/kelambatan perkembangan. Betapa mereka butuh perhatian dan keikhlasan kita untuk berbagi, bergaul dan tanpa ada perasaan untuk mengucilkan. Tapi kita akan sedikit tertawa jika melihat aktifitas dan pergerakan mereka yang terkadang lucu dan riang, namun tiba-tiba kita juga akan merenung menerawang keadaan dan masa depan mereka di masa yang berbeda dengan saat ini..

Ibu Aryati, orang tua yang kebetulan anaknya menderita down sindrom, menuturkan bahwa awalnya dia begitu sedih, miris dan berkeinginan untuk tidak menerima kehadiran sang anak, sebelum anak itu dilahirkan. Tetapi setelah berulang kali berfikir kemudian dia justru menyebutkan bahwa �ini semua adalah karunia Allah SWT. Kesempatan ini merupakan momenum untuk berbuat dan mencurahkan perhatian untuk keluarga/anak�. Lalu Bu Aryati mengundurkan diri dari pekerjaannya agar dapat memiliki waktu cukup untuk dekat dengan keluarga/anak-anaknya..

Beliau kemudian mendirikan organisasi bagi para orang tua yang anaknya menderita Down Sindrom, untuk dapat saling berbagi, bercerita dan bertukar pengalaman, dengan nama POTADS (Persatuan Orang Tua Anak Down Sindrom). Dan merelakan rumahnya dibilangan Ciputat menjadi secretariat organisasi tsb..

Secara Umum, cirri-ciri penderita Down Sindrom, adalah (antara lain) :

1. Ciri Pisik ; Wajah cenderung simetris, mulut agak terbuka dan lidah terlihat lebih tebal

2. Ciri Mental ; Lebih lambat dalam beraktifitas dan menerima respon dari lawan bicara



by :duniaanakluarbiasa.com



by.

Penderita Sindrome Tourette yang Tak Pernah Tenang

Jakarta,Ucapan dan gerakan spontan akibat kelainan saraf oleh penderita sindrom Tourette sungguh menyiksa. Penderita terlihat selalu berisik dan tidak pernah tenang sehingga banyak orang tidak tahan berdekatan dengan mereka.

Akibatnya, banyak dari penderita sindrom Tourette yang sulit bergaul dan seperti terasing dari lingkungannya. Penderita sindrom Tourette sering mendapat cap anak aneh karena ucapan dan gerakan spontan yang terjadi berulang-ulang.

Kalangan sineas di Holywood juga pernah mengangkat kisah hidup penderita sindrom Tourette yang penuh perjuangan dalam film Front of The Class. Sindrom Tourette adalah kelainan pada saraf yang berciri khas pengulangan (repetitif), stereotip, pergerakan yang tidak disengaja, dan biasanya disebut dengan saraf yang tidak sadar (tics). Sindrom Tourette terjadi pada orang-orang dari semua kelompok etnis.

Contoh anak sindrom Tourette terlihat dari sering mengedipkan mata, mengalami ketegangan leher, mengangkat bahu terus menerus, kedutan pada wajah, mendecak lidah, latah dengan mengeluarkan kata-kata yang didengarnya bahkan kata-kata kotor. Sindrom tourette merupakan bagian dari tics disorder. Sindrom Tourette bisa terjadi pada siapa saja dan dari golongan manapun. Sindrom tourette ini berhubungan dengan tics. Tics adalah gerakan motorik dan vokalisasi yang berulang, tiba-tiba dan sering. Tics bisa terjadi jika seorang anak stres atau terlalu fokus pada suatu kegiatan seperti membaca atau menjahit.

Psikolog perkembangan anak di Yayasan Kita & Buah Hati Rahmi Dahnan Psi mengatakan tics motorik yang sederhana dan umum terjadi seperti sering mengedipkan mata, ketegangan leher, mengangkat bahu, kedutan pada wajah, dan batuk.

Sedangkan tics vokalisasi yang umum seperti berdeham. Sedangkan tics motorik yang kompleks adalah mimik wajah, sering melakukan hal yang sebenarnya tidak perlu seperti memperbaiki posisi badan, lompat, mencium barang.

"Untuk vokalisasi kompleks seperti mengulang kata-kata, latah (echolalia), corpolalia (berteriak keras)," jelas Rahmi ketika dihubungi detikhealth.

Berdasarkan studi oleh National Survey of Children's Health seperti dilansir dari healthDay, dari April 2007-Juli 2008, para peneliti menemukan bahwa anak laki-laki lebih mudah terkena sindrom tourette dibandingkan anak perempuan. Dan pada umumnya anak-anak usia 12-17 tahun dua kali lipat lebih mudah terkena dibandingkan usia 6-12 tahun.

Sekitar 27% anak-anak menderita sindrom tourette sedang, dan 79% anak-anak dengan kondisi memiliki setidaknya satu masalah perkembangan saraf. Dan anak kulit putih dua kali lipat terkena sindrom tourette dibandingkan dengan anak kulit hitam atau anak Hispanic.

Rahmi menjelaskan ada 5 kriteria yang bisa digunakan untuk mendiagnosis sindrom tourette yaitu:
1. Jika terdapat satu atau lebih motor dan vokal tics,
2. Motor atau vokal tics tersebut terjadi beberapa kali dalam satu hari dan berulang hampir setahun atau lebih.
3. Menyebabkan ketidaknyamanan bagi anak tersebut.
4. Kejadian ini muncul sebelum berumur 18 tahun.
5. Dan tics ini tidak disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan.

Untuk memastikannya lagi bisa melakukan pemeriksaan neuroimaging studi, seperti magnetis resonansi imaging (MRI), komputerisasi Tomography (CT), dan electroencephalogram (EEG) scan, atau tes darah tertentu.

Banyak pasien yang didiagnosis setelah diri mereka, orang tua, sanak keluarga lainnya, atau teman-teman membaca atau mendengar tentang sindrom tourette dari yang lain.

"Prevalensi penderita sindrom tourette di dunia sekitar 4-5 orang diantara 10.000 orang, sindrom ini paling cepat terjadi pada anak-anak usia 2 tahun, untuk motoriknya pada usia 7 tahun," ujar psikolog lulusan psikologi UI tahun 1990 ini.

Akibat dari sindrom tourette ini mengakibatkan kerusakan disfungsi dibidang akademis, sosial dan menimbulkan kecemasan dan ketakutan yang besar pada penderitanya.

Meskipun penyebabnya tidak diketahui, saat ini penelitian lebih difokuskan ketidaknormalan otak di daerah tertentu (termasuk pada dasarnya ganglia, frontal lobes, dan lapisan luar).

Di daerah yang interkoneksi dengan wilayah ini, dan neurotransmitters (dopamine, serotonin, dan norepinephrine) yang bertanggung jawab untuk komunikasi antar sel syaraf. Namun, saat ini diperkirakan penyebab sindrom tourette ini karena faktor genetik.

Psikoterapi juga dapat membantu orang dengan sindrom Tourette agar lebih baik dalam menangani kekacauan dan menangani kedua masalah sosial dan emosional yang kadang-kadang terjadi.

Psikolog Rahmi menyarankan agar jangan mengucilkan penderita sindrom tourette. Buatlah dia merasa nyaman, kembangkan kepercayaan dirinya, dan yakinkan mereka bahwa mereka juga pasti memiliki kelebihan lain yang dapat mereka banggakan.

Tidak ada tes darah atau tes laboratorium yang diperlukan untuk diagnosa, tapi neuroimaging studi, seperti magnetis resonansi imaging (MRI), komputerisasi Tomography (CT), dan electroencephalogram (EEG) scan, atau tes darah tertentu.

Karena gejala tic sering tidak menyebabkan perusakan, sebagian besar orang dengan Sindrom Tourette tidak memerlukan obat-obatan.

Namun, obat yang efektif yang tersedia bagi mereka yang terganggu dengan gejala berfungsi. Sayangnya, tidak ada satu obat yang berguna untuk semua orang dengan Sindrom Tourette, dan tidak ada obat yang benar-benar menghilangkan gejala.

Selain itu, semua obat ada efek samping. Efek samping dapat dikurangi dengan melakukan perawatan perlahan mengurangi dosis dan efek samping bila terjadi.

Efek samping pada antipsikotik bisa termasuk gejala-gejala serupa pada penyakit Parkinson (parkinsonism), gelisah, otot kaku, kontraksi otot tanpa sengaja yang terus-menerus (dystonias), pertambahan berat badan, pandangan buram, tidak bisa tidur, dan bosan, lambat berpikir.

By : detik.com

Mengenal Penyakit Sindrom Down

Adalah penyakit kelainan kromosom yang langka karena diprediksi meyerang 1 bayi diantara 700 bayi yang baru lahir. Penderita sindrom down akan memiliki jumlah sel-sel kromosom tubuh yang lebih banyak dari pada manusia normal, hal ini menyebabkan penderita mengalami cacat mental serta memiliki bentuk wajah yang khas. Dulu penyakit Sindrom down sering juga disebut mongolism karena penderita penyakit ini akan memilik wajah khas mirip orang-orang Mongolia.

Sindrom Down disebabkan oleh berlebihnya jumlah kromosom dalam tubuh, untuk manusia normal memiliki jumlah kromosom 46 namun pada penderita penyakit Sindrom down miliki 47 kromosom, hal ini baru diketahui pada tahun 1960. Banyak hal yang dapat menyebabkan kelebihan jumlah kromosom ini, diantaranya kegagalan dua kromoson nomor 21 dalam sel orang tua, penyebab lainnya adalah kelainan kromosom yang terjadi pada ayah dan ibu atau yang sering disebut translokasi. Resiko kelainan kromosom pada bayi baru lahir akan semakin besar apabila ibu hamil berusia lebih dari 40 tahun.

Penyakit Sindrom Down dapat dideteksi pada masa kehamilan ibu dengan cara pengambilan contoh air ketuban. Test darah yang dilakukan sebelum minggu keenambelas masa kehamilan ibu dapat pula mendekteksi kelainan kromosom tersebut. Penderita sindrom down akan memiliki bentuk wajah yang khas, mata miring keatas dan terpisah jauh, bentuk hidung cenderung rata dan bertelinga kecil. Lidah akan lebih menonjol diantara bibirnya dan terdapat garis lipatan tunggal pada telapak tangannya. Penderita Sindrom Down biasanya mengalami cacat mental dengan derajat yang berbeda-beda dan memiliki keterbatasan dalam kemampuan belajar.

Meskipun demikian, para Penderita sindrom down harus diperlakukan sama dengan manusia normal lain nya, karena mereka biasanya ceria dan menyenangkan. Lebih dari seperempat penderita sindrom down juga mengidap penyakit jantung bawaan, menderita peyempitan usus, kelainan pendengaran bawaan, leukimia akut dan katarak. Penderita sindrom down juga sangat rentan terkena penyakit infeksi telinga dan infeksi pernafasan. Harapan hidup pada penderita sindrom down diusia muda sangat rendah, hal ini dikarenakan kerentanan terhadap resiko infeksi dan penyakit yang biasanya menyertai penderita sindrom down tersebut. Walau kemajuan di bidang pengobatan dapat memperpanjang usia penderita, namun banyak pula penderita sindrom down yang tidak dapat melewati usia awal pertengahan, jikapun ada yang dapat melewati usia awal pertengahan, biasanya mereka akan mengalami penuaan dini.

Bedah plastik dan tehnologi kecantikan mungkin dapat memperbaiki penampilan dan wajah penderita, namun tetap tidak bisa mengobati penyakit sindrom down tersebut. Yang dapat dilakukan untuk mengurangi penderitaan para penderita sindrom down adalah memberikan perhatian dan kasih sayang yang cukup, tidak membedakan dengan orang-orang normal lainnya serta tetap menjaga mereka saat bersosialisi dengan masyarakat.



Written by Cyntiasari


"Down Syndrome" Tantangan Pendidikan

Oleh UUN MACHSIJNAH

TANGGAL 21 Maret besok diperingati sebagai Hari Down Syndrome Internasional. Penyandang down syndrome, dengan kompleksitas kekurangannya, tetaplah manusia yang padanya melekat hak-hak dasar yang layak diterimanya secara utuh, di antaranya adalah hak memperoleh pendidikan. Segala kelemahan dan kekurangan yang membutuhkan prioritas perhatian dan penanganan khusus adalah tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan.

Sejak 2006, Organisasi Down Syndrome Internasional menetapkan 21 Maret sebagai Hari Down Syndrome Internasional. Dipilihnya tanggal ini didasarkan pada keganjilan kromosom yang menyebabkan down syndrome. Sekolah luar biasa (SLB) menjadi solusi bagi anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus baik karena faktor fisik, mental, maupun daya pikirnya.

Meski demikian, SLB bukanlah satu-satunya model yang dapat dikembangkan. Model SLB yang memisahkan secara segre-gatif pendidikan regular dengan pendidikan khusus semakin dikritik oleh wacana tanding yang disebut pendidikan inklusif.

Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan luar biasa untuk anak berkebutuhan khusus yang disatukan bersama-sama dengan anak normal dalam komunitas sekolah. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 70 Tahun 2009, pendidikan inklusif didefinisikan sebagai "sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya".

Sekolah inklusi merupakan tempat bagi setiap anak untuk dapat diterima menjadi bagian dari kelas, dapat mengakomodasi dan merespons keberagaman melalui kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak. Masyarakat dilibatkan sebagai mitra. Dalam lingkungan yang demikian, keanekaragaman disikapi secara adil, demokratis, setara, dan tidak diskriminatif.

Kajian-kajian, filosofis, teoritis, maupun normatif, sejauh ini cenderung memperkuat dukungan bagi pendidikan inklusi. Secara filosofis, pendidikan inklusi merupakan manifestasi etis penghormatan sesama manusia terhadap nilai-nilai mulia kemanusiaan yang dikarunia-kan Tuhan. Manusia tetaplah manusia meski lahir dengan perbedaan-perbedaan. Perbedaan tidak boleh menimbulkan pembedaan, sebab pembedaan adalah awal bagi diskriminasi, dan diskriminasi adalah awal dari penindasan.

Urgensi diselenggarakannya pendidikan inklusi biasa merujuk mulai dari UUD 1945 khususnya pasal 31 ayat (1) yang menjamin hak setiap warga negara untuk mendapat pengajaran, Deklarasi HAM PBB 1948, Konvensi Hak Anak 1989, The Salamanca Statement on Inclusive Education (1994), Life Long Education and Education for All (1995). Dakar Statement (2000), UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hingga Convention on the Rights of Person with Disabilities and Optional Protocol 2007.

Para penganjur pendidikan inklusi melengkapi juga dengan argumen akademik bahwa pada dasarnya memang pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dapat diintegrasikan dengan pendidikan reguler asalkan kurikulum didesain akomodatif, guru mampu menciptakan suasana inklusif dan kooperatif, lingkungan sosial menghormati perbedaan antarmanusia dan lembaga sekolah berkomitmen membuka aksesabilitas anak berkebutuhan khusus masuk kelas regular.

Sayangnya, di luar ruang wacana pada kenyataannya pendidikan inklusi masih belum banyak dipahami apalagi dijalankan. Sistem pendidikan Indonesia lebih memilih penyeragaman untuk lebih mudah memenuhi target kurikulum daripada repot-repot melakukan penyesuaian dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik yang beragam.

Kisah Ibu Guru Muslimah dan kesepuluh muridnya dalam Laskar Pelangi adalah contoh hidup dari sebuah kelas inklusi yang melibatkan siswa down syndrome. Jauh di awal 1970-an di pelosok terpencil Pulau Belitung, sebuah SD swasta dengan segala keterbatasan fasilitas baik sarana, prasarana, dana, maupun tenaga pengajar-nya, telah mempraktikkan pendidikan inklusif, mendahului wacana yang sekarang sedang berkembang. Tokoh Harun digambarkan sebagai siswa yang mewakili karakter penyandang down syndrome. Harun diterima sepenuhnya di sekolahnya, dan dengan demikian ia belajar menjadi pribadi manusia seutuhnya.

Pada kisah itu, kunci bagi berlangsungnya pendidikan inklusi tersebut adalah komitmen sekolah untuk menerima siswa dengan keadaan bagaimanapun. Setelah komitmen sekolah, adalah dedikasi guru yang penuh tanggung jawab untuk memberikan pendidikan kepada siapa pun sesuai dengan kekhasan dan keistimewaan tiap-tiap siswa. Di dalamnya ada kesabaran dan ketulusan. Tidak lebih.

Jika ada komitmen sekolah dan dedikasi guru, kemudian didukung oleh pendidikan dan pelatihan, diperkuat oleh standar renumerasi yang lebih baik, ditambah dukungan masyarakat, ditopang kebijakan pemerintah, difasilitasi dengan sarana dan prasarana, apakah masih mustahil untuk menciptakan pendidikan inklusi? Kisah Laskar Pelangi adalah inspirasi.

Penulis, pendidik, dosen pada Universitas Muhammadiyah Cirebon.



by : bataviase.co.id

Anak Autis Bisa Disembuhkan

Anak Autis Bisa Disembuhkan.jpg
Anak yang menderita autis atau "cacat mental" bisa disembuhkan dengan penanganan yang sabar dan bertahap, kata Ketua Yayasan Bina Autis Mandiri dr Muniyati Ismael di Palembang, Selasa.

Dr Muniyati yang telah lama berpengalaman membina anak penderita autis mengatakan, lanjut dia, pembinaan harus dilaksanakan secara berkelanjutan, jangan setengah-setengah supaya mental mereka semakin normal.

Menurut pendiri Yayasan Bina Autis Mandiri itu, pihaknya sekarang membina 97 anak penderita autis dan dari jumlah itu sebagian besar mereka telah duduk di kelas satu hingga kelas enam sekolah dasar.

Yayasan itu mulai didirikan pada Januari 2003, setahun kemudian didirikan sekolah dasar, kata dia lagi.

"Alhamdulillah tahun ini ada enam orang yang akan mengikuti Ujian Nasional (UN). Dari enam itu empat di antaranya penderita autis," kata dia.

Ia menjelaskan, murid yang bersekolah di yayasan ini selain ada yang menderita autis juga ada yang normal seperti murid SD umum lainnya.

Ketika ditanya soal ketertarikannya mendirikan yayasan autis itu, ia mengatakan, anaknya, Attar (13), juga menderita autis sehingga ia menjadi sangat tertarik untuk membina anak-anak seperti itu.

Oleh karena itu bagi anak yang kurang mampu atau penderita autis lainnya bisa dibina di Yayasan Bina Autis Mandiri karena pihaknya akan membantu dengan biaya ringan, ujar dia pula.

Sementara salah seorang guru Yayasan Bina Autis Mandiri, Tuti mengatakan, untuk melatih anak autis perlu kesabaran sendiri supaya apa yang diberikan bisa diterima mereka.

Begitu juga tingkat penalaran mereka terhadap pelajaran yang diberikan tergantung dengan kemampuan mereka masing-masing, ujar dia.

Ada yang bisa menerima pelajaran satu jam tetapi ada juga yang lebih, tambah dia.

Kepala Sekolah SD Yayasan Bina Autis Mandiri, Lakoni juga mengatakan, untuk mengajar murid autis perlu kesabaran lebih karena anak yang dihadapi memiliki berbagai karakter termasuk kemampuan.

Namun, hingga sekarang pihaknya sudah terlatih menghadapi penderita autis tersebut sehingga memberian materi pelajaran berjalan dengan baik, tambah dia.


by : reformata .com

Tips Menangani Anak Autis

Untuk mengetahui dan menangani anak yang diduga mengalami gangguan autisik atau tidak, perlu beberapa tahap berikut.

  • Skrining. Skrining ini ada beberapa macam. Bentuknya berupa pertanyaan kepada orang tua anak. Skrining dapat dilakukan untuk semua anak. Jika hasil skrining menunjukkan adanya gangguan, orangtua sebaiknya datang ke dokter untuk melakukan assessment.
    Skrining untuk mengetahui apakah anak mengalami gangguan autistik dapat dilakukan mulai usia 11 bulan. Di bawah usia ini belum diketahui apakah bayi sudah mempunyai masalah dalam interaksi sosialnya atau tidak.
  • Assesment. Ini semacam skrining yang lebih dalam lagi. Biasanya dilakukan beberapa kali dengan mengajukan berbagai pertanyaan kepada orang tuan, sementara anak dibawa untuk diobservasi. Ahli akan melihat IQ-nya, gangguan perilakunya, interaksinya, hiperaktif atau tidak, seberapa besar derajat gangguan interaksinya, dan lainnya. Semua itu untuk menentukan langkah apa yang akan dilakukan selanjutnya. Mungkin saja, anak hanya perlu stimulasi yang dapat dilakukan orang tuanya setiap hari, atau ia membutuhkan terapi khusus.
  • Terapi. Terapi ini diberikan disesuai dengan kebutuhan anak. Ada anak yang membutuhkan terapi dengan obat-obatan, terapi sensorik (dengan berbagai latihan), terapi individual (misalnya, terapi wicara), dan sebagainya.

by : mom&kiddi

Anak Autisme Tidak Boleh Sembarang Makan

Autis adalah gangguan perilaku yang luas dan berat, mencakup bidang komunikasi, interaksi sosial, perilaku motorik, emosi, dan persepsi sensorik yang banyak ditemukan pada anak-anak.

Dalam banyak kasus, gejala autis muncul sebelum anak berusia tiga tahun, bahkan dalam beberapa kasus gejala autis justru sudah nampak sejak lahir.

Selama puluhan tahun penyebab gejala autis masih misteri dan baru sekitar 10 tahun terakhir diketahui adanya kelainan struktur otak yang menjadi penyebab.

Dr dr Sri Achadi Nugraheni, ahli gizi yang tertarik meneliti tentang autisme, terutama tentang pengaruh makanan dan minuman terhadap autisme. "Saya tertarik dengan persoalan autisme sejak 1985, ketika itu saya masih kuliah," kata Nugraheni yang kini menjabat Kepala Bidang Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.

Penyandang autisme di dunia kini cenderung meningkat. Penelitian terakhir dari Autism Reseach Centre of Cambridge University menyebutkan ada 58 anak autis per 10.000 kelahiran.

"Padahal, sekitar 10 tahun lalu hanya ada sekitar 2-4 anak autis per 10.000 kelahiran, sehingga di Indonesia diperkirakan lahir 6.900 anak autis per tahun," katanya.

Karena itu, ia terdorong melakukan penelitian tentang pengaruh asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi anak autis dengan mengambil sampel di Semarang dan Solo.

Menurut dia, penyandang autis kemungkinan dapat diatasi dengan makanan atau minuman tertentu, sebab makanan dan minuman memiliki pengaruh cukup besar bagi kehidupan.

Ada penelitian yang menyatakan bahwa diet terhadap makanan dan minuman yang mengandung gluten (protein dari gandum) dan casein (protein dari susu) berpengaruh besar terhadap autisme.

Namun, kata dia, beberapa pendapat justru meragukan kebenaran teori itu karena belum dapat dibuktikan secara ilmiah.

"Penelitian itu sebenarnya sangat membantu para orang tua yang memiliki anak autis, agar mereka tahu makanan dan minuman apa saja yang harus dihindari," katanya.

Ia mengambil sampel 160 anak autis dari enam empat terapi di Semarang yang dinamakan kelompok intervensi dan 120 anak autis dari lima tempat terapi di Solo yang dinamakan kelompok kontrol.

Lewat penelitian itu, ia menganjurkan diet ketat menghindari asupan mengandung casein yang berasal dari susu, misalnya susu sapi, susu bubuk, susu skim, susu kambing, mentega, dan keju.

Para orang tua anak penyandang autis juga diminta menghindari pemberian segala macam asupan mengandung gluten yang berasal dari gandum, misalnya sereal kepada anaknya.

"Setelah itu, kami mengadakan pengamatan dan konseling kepada setiap orang tua untuk memantau pelaksanaan diet bebas casein dan gluten, setiap dua minggu sekali selama tiga bulan," katanya.

Pengamatan dan konseling secara rutin dan terus-menerus itu penting, terutama untuk memonitor apakah diet bebas casein dan gluten masih dijalankan dengan benar.

Menggembirakan

Setelah melakukan pengamatan dan pengawasan diet selama tiga bulan itu, ia menemukan perkembangan yang cukup baik bagi penyandang autis, terutama dalam perubahan perilaku yang positif.

"Gangguan perilaku interaksi sosial, antara lain rasa malu tidak wajar, tidak ada kontak mata, suka menyendiri mengalami penurunan signifikan," katanya.

Gangguan komunikasi nonverbal, lanjutnya, seperti bergumam kata-kata tidak bermakna, nada dan volume bicara tidak wajar, menarik tangan orang juga berkurang.

Ia mencatat pula bahwa gangguan perilaku motorik, antara lain hiperaktif dan berjalan secara tidak wajar turut berkurang, seperti halnya gangguan emosi dan persepsi sensorik, misalnya suka menjilat dan tidak merasa sakit jika terluka.

Hasil diet yang menggembirakan itu ditunjang oleh berbagai penelitian di bidang metabolisme yang menunjukkan banyak anak autis mengalami gangguan metabolisme, salah satunya kelainan pencernaan.

"Kelainan pencernaan yang ditemukan pada anak autis adalah adanya lubang-lubang kecil pada saluran pencernaan, tepatnya di mukosa usus," katanya.

Di sisi lain, kata dia, casein dan gluten ternyata merupakan protein yang paling susah dicerna karena termasuk asam amino pendek yang sering disebut peptide.

Ia mengatakan, peptide dalam keadaan normal biasanya hanya diabsorbsi sedikit dan sisanya dibuang, namun karena adanya kebocoran mukosa usus menjadikannya masuk ke dalam sirkulasi darah.

"Di dalam darah peptide ini hanya sebentar, karena sebagian dikeluarkan lewat urin dan sisanya masuk ke dalam otak yang dapat menempel pada reseptor opioid di otak," katanya.

Nantinya, peptide itu akan berubah menjadi morfin yang dapat memengaruhi fungsi susunan syaraf dan dapat menimbulkan gangguan perilaku.

Diet bebas gluten dan casein itu sebenarnya merupakan terapi penunjang yang tidak dapat bersifat langsung menyembuhkan autisme, namun diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan.




by : ahliwaris.com

10 Jenis Terapi Autisme

Akhir-akhir ini bermunculan berbagai cara / obat / suplemen yang ditawarkan dengan iming-iming bisa menyembuhkan autisme. Kadang-kadang secara gencar dipromosikan oleh si penjual, ada pula cara-cara mengiklankan diri di televisi / radio / tulisan-tulisan.
Para orang tua harus hati-hati dan jangan sembarangan membiarkan anaknya sebagai kelinci percobaan. Sayangnya masih banyak yang terkecoh , dan setelah mengeluarkan banyak uang menjadi kecewa oleh karena hasil yang diharapkan tidak tercapai.
Dibawah ini ada 10 jenis terapi yang benar-benar diakui oleh para professional dan memang bagus untuk autisme. Namun, jangan lupa bahwa Gangguan Spectrum Autisme adalah suatu gangguan proses perkembangan, sehingga terapi jenis apapun yang dilakukan akan memerlukan waktu yang lama. Kecuali itu, terapi harus dilakukan secara terpadu dan setiap anak membutuhkan jenis terapi yang berbeda.

1) Applied Behavioral Analysis (ABA)

ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.

2) Terapi Wicara

Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang.
Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain.

Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.

3) Terapi Okupasi

Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot -otot halusnya dengan benar.

4) Terapi Fisik

Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya.

Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.

5) Terapi Sosial

Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang terqapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara2nya.

6) Terapi Bermain

Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.

7) Terapi Perilaku.

Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya,

8) Terapi Perkembangan

Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan Intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.

9) Terapi Visual

Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode …………. Dan PECS ( Picture Exchange Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.

10) Terapi Biomedik

Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN! (Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak autistik. Mereka sangat gigih melakukan riset dan menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis).


by : autis.info.com

Anda tahu Penyebab Autisme ? ? ?

Autisme, sebuah penyakit yang satu abad yang lalu hampir tidak terdengar sama sekali, kini sudah hampir menjadi sesuatu yang normal. Perkembangan autisme terutama makin melejit di beberapa dekade terakhir, seperti yang dapat dilihat pada grafik di sebelah kanan.

Ketika sudah terlanjur, Autisme bisa sangat sulit untuk dikendalikan, apalagi untuk disembuhkan. Jika kita mengetahui berbagai potensi penyebabnya, maka mudah-mudahan kita bisa mengatur agar anak kita terhindar dari itu semua. “Mencegah lebih baik daripada mengobati”, kata pepatah. Dan untuk kasus Autisme, dimana di Amerika saja perawatannya memakan biaya US$ 35 milyar per tahun, pepatah ini sangat telak mengenai sasaran.

Penyebab pasti autisme belum diketahui sampai saat ini. Kemungkinan besar, ada banyak penyebab autisme, bukan hanya satu.
Dahulu sempat diduga bahwa autisme disebabkan karena cacat genetik. Namun cacat genetika tidak mungkin terjadi dalam skala demikian besar dan dalam waktu demikian singkat. Karena itu kemudian para peneliti sepakat bahwa ada banyak kemungkinan penyebab autisme lainnya.

Berbagai hal yang dicurigai berpotensi untuk menyebabkan autisme :

  1. Vaksin yang mengandung Thimerosal : Thimerosal adalah zat pengawet yang digunakan di berbagai vaksin. Karena banyaknya kritikan, kini sudah banyak vaksin yang tidak lagi menggunakan Thimerosal di negara maju. Namun, entah bagaimana halnya di negara berkembang …
  2. Televisi : Semakin maju suatu negara, biasanya interaksi antara anak - orang tua semakin berkurang karena berbagai hal. Sebagai kompensasinya, seringkali TV digunakan sebagai penghibur anak. Ternyata ada kemungkinan bahwa TV bisa menjadi penyebab autisme pada anak, terutama yang menjadi jarang bersosialisasi karenanya.

    Dampak TV tidak dapat dipungkiri memang sangat dahsyat, tidak hanya kepada perorangan, namun bahkan kepada masyarakat dan/atau negara. Contoh paling nyata adalah kasus pada negara terpencil Bhutan - begitu mereka mengizinkan TV di negara mereka, jumlah dan jenis kejahatan meningkat dengan drastis.

    Bisa kita bayangkan sendiri apa dampaknya kepada anak-anak kita yang masih polos. Hiperaktif ? ADHD ? Autisme ? Sebuah penelitian akhirnya kini telah mengakui kemungkinan tersebut.

  3. Genetik : Ini adalah dugaan awal dari penyebab autisme; autisme telah lama diketahui bisa diturunkan dari orang tua kepada anak-anaknya.

    Namun tidak itu saja, juga ada kemungkinan variasi-variasi lainnya. Salah satu contohnya adalah bagaimana anak-anak yang lahir dari ayah yang berusia lanjut memiliki kans lebih besar untuk menderita autisme. (walaupun sang ayah normal / bukan autis)

  4. Makanan : Pada tahun 1970-an, Dr. Feingold dan kolega-koleganya menyaksikan peningkatan kasus ADHD dalam skala yang sangat besar. Sebagai seseorang yang pernah hidup di era 20 / 30-an, dia masih ingat bagaimana ADHD nyaris tidak ada sama sekali di zaman tersebut.

    Dr. Feingold kebetulan telah mulai mengobati beberapa kasus kelainan mental sejak tahun 1940 dengan memberlakukan diet khusus kepada pasiennya, dengan hasil yang jelas dan cenderung dalam waktu yang singkat.

    Terapi diet tersebut kemudian dikenal dengan nama The Feingold Program.

    Pada intinya, berbagai zat kimia yang ada di makanan modern (pengawet, pewarna, dll) dicurigai menjadi penyebab dari autisme pada beberapa kasus. Ketika zat-zat tersebut dihilangkan dari makanan para penderita autisme, banyak yang kemudian mengalami peningkatan situasi secara drastis.

    Dr. Feingold membayar penemuannya ini dengan cukup mahal. Sekitar tahun 1970-an, beliau dikhianati oleh The Nutrition Foundation, dimana Coca cola, Kraft foods, dll adalah anggotanya. Beliau tiba-tiba diasingkan oleh AMA, dan ditolak untuk menjadi pembicara dimana-mana.
    Syukurlah kemudian berbagai buku beliau bisa terbit, dan hari ini kita jadi bisa tahu berbagai temuan-temuannya seputar bahaya makanan modern.

  5. Radiasi pada janin bayi : Sebuah riset dalam skala besar di Swedia menunjukkan bahwa bayi yang terkena gelombang Ultrasonic berlebihan akan cenderung menjadi kidal.
    Dengan makin banyaknya radiasi di sekitar kita, ada kemungkinan radiasi juga berperan menyebabkan autisme. Tapi bagaimana menghindarinya, saya juga kurang tahu. Yang sudah jelas mudah untuk dihindari adalah USG - hindari jika tidak perlu.
  6. Folic Acid : Zat ini biasa diberikan kepada wanita hamil untuk mencegah cacat fisik pada janin. Dan hasilnya memang cukup nyata, tingkat cacat pada janin turun sampai sebesar 30%. Namun di lain pihak, tingkat autisme jadi meningkat.

    Pada saat ini penelitian masih terus berlanjut mengenai ini. Sementara ini, yang mungkin bisa dilakukan oleh para ibu hamil adalah tetap mengkonsumsi folic acid - namun tidak dalam dosis yang sangat besar (normalnya wanita hamil diberikan dosis folic acid 4x lipat dari dosis normal).

    Atau yang lebih baik - perbanyak makan buah-buahan yang kaya dengan folic acid, karena alam bisa mencegah tanpa menyebabkan efek samping :

    Nature is more precise; that’s why all man-made drugs have side effects

  7. Sekolah lebih awal : Agak mengejutkan, namun ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa menyekolahkan anak lebih awal (pre school) dapat memicu reaksi autisme.

    Diperkirakan, bayi yang memiliki bakat autisme sebetulnya bisa sembuh / membaik dengan berada dalam lingkupan orang tuanya. Namun, karena justru dipindahkan ke lingkungan asing yang berbeda (sekolah playgroup / preschool), maka beberapa anak jadi mengalami shock, dan bakat autismenya menjadi muncul dengan sangat jelas.

    Untuk menghindari ini, para orang tua perlu memiliki kemampuan untuk mendeteksi bakat autisme pada anaknya secara dini. Jika ternyata ada terdeteksi, maka mungkin masa preschool-nya perlu dibimbing secara khusus oleh orang tua sendiri. Hal ini agar ketika masuk masa kanak-kanak maka gejala autismenya sudah hampir lenyap; dan sang anak jadi bisa menikmati masa kecilnya di sekolah dengan bahagia.

Dan mungkin saja masih ada banyak lagi berbagai potensi penyebab autisme yang akan ditemukan di masa depan, sejalan dengan terus berkembangnya pengetahuan di bidang ini.

Secara ringkas; gaya hidup modern memang sangat besar kontribusinya terhadap peningkatan kasus autisme. Salah satu bukti yang paling nyata adalah nyaris tidak adanya kasus autisme di masyarakat Amish.

NOTE : Artikel ini hanya bertujuan untuk mengenalkan Anda kepada berbagai potensi penyebab autisme.

Berbagai artikel yang membahas topik ini cenderung sangat sulit untuk dipahami karena menggunakan bahasa medis / akademis. Karena itu, artikel ini bertujuan untuk menjelaskannya dalam bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti.
Sehingga selanjutnya diharapkan akan memudahkan para (calon) orang tua untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang soal ini.

Apakah Autisme itu ?

Autisme adalah : neurodevelopmental disorder that manifests itself in markedly abnormal social interaction, communication ability, patterns of interests, and patterns of behavior.

“Cacat pada perkembangan syaraf & psikis manusia, baik sejak janin dan seterusnya; yang menyebabkan kelemahan/perbedaan dalam berinteraksi sosial, kemampuan berkomunikasi, pola minat, dan tingkah laku”.

Autisme cukup luas dan mencakup cukup banyak hal. Ciri-ciri autisme ada banyak, dan kebanyakan penderita autisme hanya menderita sebagiannya saja.

Penderita autisme cukup banyak yang ternyata malah menjadi sukses dalam hidupnya. Penderita autis banyak yang menjadi pakar pada bidang sains, matematika, komputer, dan lain-lainnya.

Orang tua dapat sangat membantu mengarahkan anak autis untuk mengeksploitasi kelebihan-kelebihannya (seperti: kemampuan untuk fokus & konsentrasi yang luar biasa), dan melatih mereka untuk memperbaiki berbagai kelemahan-kelemahannya.

Nampaknya ini dulu yang bisa saya tuliskan untuk topik ini. Komentar/koreksi akan diterima dengan senang hati. Semoga dapat bermanfaat.



by : harry.sufehmi.com

AUTISME

DEFINISI DAN KARAKTERISTIK PERILAKU AUTISME

Kriteria Autisme berdasarkan DSM-IV:
A. Harus ada sedikitnya 6 gejala dari (1), (2), dan (3), dengan minimal dua gejala dari (1) dan masing-masing satu gejala dari (2) dan (3).

(1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal harus ada 2 gejala dari gejala di bawah:

a. tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai: kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-gerik yang kurang terarah,
b. tak bisa bermain dengan teman sebaya,
c. tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain,
d. kurangnya hubungan emosional dan sosial yang timbal balik.

(2) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi seperti ditunjukkan oleh minimal satu dari gejala-gejala berikut:

a. bicara terlambat atau bahkan sama sekali tak berkembang (tak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara),
b. Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi,
c. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang,
d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang bisa meniru.

(3) Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat, dan kegiatan. Sedikitnya harus ada satu dari gejala berikut ini:

a. Mempertahankan satu minat atau lebih, dengan cara yang khas dan berlebih-lebihan.
b. Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada gunanya.
c. Ada gerakan-garakan yang aneh, khas, dan diulang-ulang.
d. Seringkali terpukau pada bagian-bagian benda tertentu.

B. Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang: (1) interaksi sosial; (2) bicara dan berbahasa; (3) cara bermain yang kurang variatif.
C. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Masa Kanak.

Karakteristik Perilaku Bermain pada Penyandang Autisme

•perilaku yang khas
•menjaga jarak dengan orang lain
•lebih sering sendiri atau paralel
•bermain lebih sedikit dibanding non autistik
•lebih sedikit menggunakan alat bermain dan kemampuan bermain sangat terbatas
•kesulitan dalam bermain pura-pura dan menirukan sesuatu yang dilakukan orang lain.



by : psikologi klinis perkembangan dan sosial

Anak autis juga bisa belajar

Saat si kecil terdiagnosa mempunyai bakat khusus berupa autisme, rasa kaget tak dapat dipungkiri pasti ada di pikiran Anda. begitu juga dengan kehidupannya nanti. Bagaimana caranya belajar? Bagaimana nanti dengan perkembangannya? Apa yang sesungguhnya dibutuhkan anak autis? Semoga yang di bawah ini dapat membantu menjawab berbagai pertanyaan Anda.


1. Terapi apa yang paling cocok bagi anak autis?
Untuk menentukan terapi yang paling cocok bagi anak autis pada awalnya perlu dilakukan asesmen atau pemeriksaan menyeluruh terhadap anak itu sendiri. Asesmen itu bertujuan untuk mengetahui derajat keparahan, tingkat kemampuan yang dimilikinya saat itu, dan mencari tahu apakah terdapat hambatan atau gangguan lain yang menyertai. Biasanya terapi yang diberikan adalah terapi untuk mengembangkan ketrampilan-keterampilan dasar seperti, ketrampilan berkomunikasi, dalam hal ini keterampilan menggunakan bahasa ekspresif (mengemukakan isi pikiran atau pendapat) dan bahasa reseptif (menyerap dan memahami bahasa). Selain itu, terapi yang diberikan juga membantu anak autis untuk mengembangkan ketrampilan bantu diri atau self-help, ketrampilan berperilaku yang pantas di depan umum, dan lain-lain. Dengan kata lain, terapi untuk anak autis bersifat multiterapi.

2. Apa kendala paling sulit pada saat terapi anak autis?
Kendala pada terapi anak autis tergantung pada kemampuan unik yang ia miliki, ada anak autis yang dapat berkomunikasi, ada yang sama sekali tidak. Namun sebagian besar anak autis memiliki keterbatasan atau hambatan dalam berkomunikasi sehingga ini menjadi kendala besar saat terapi. Anak belum dapat mengikuti instruksi guru dengan baik. Bahkan anak kadang tantrum saat diminta mengerjakan tugas yang diberikan. Terkadang anak autis suka berbicara, mengoceh, atau tertawa sendiri pada waktu belajar.

3. Bagaimana sikap anak autis saat menjalani terapi?
Biasanya anak autis memiliki hambatan atau keterbatasan dalam berkomunikasi. Hal tersebut terlihat dari perilaku mereka yang cenderung tidak melihat wajah orang lain bila diajak berinteraksi, sebagian besar kurang memiliki minat terhadap lingkungan sekitar, dan sebagian cenderung tertarik terhadap benda dibandingkan orang.

4. Apa perubahan yang diharapkan setelah terapi?
Pada akhirnya, anak autis diharapkan dapat memiliki berkomunikasi, yang tadinya cenderung bersifat satu arah menjadi dua arah. Dalam artian ada respon timbal balik saat berkomunikasi atau bahasa awamnya “nyambung”. Kemudian perubahan lain yang juga diharapkan adalah memiliki ketrampilan bantu diri, kemandirian, serta menyatu dan berfungsi dengan baik di lingkungan sekitarnya. Hasil yang menggembirakan tentu sangat diharapkan orang tua anak penderita autis. Ini terlihat bila anak tersebut sudah dapat mengendalikan perilakunya
sehingga tampak berperilaku normal, berkomunikasi dan berbicara normal,
serta mempunyai wawasan akademik yang cukup sesuai anak seusianya.

5. Seberapa cepat perubahan akan terlihat?
Perubahan atau kemajuan yang terjadi tentunya bersifat individual. Hal tersebut tergantung pada hasil asesmen, gaya belajar anak autis, dan intensitas dari terapi atau pendidikan yang diberikan serta kerjasama antara orangtua, pengasuh anak dengan para pendidik, terapis atau ahli kesehatan

6. Bagaimana mengenai pendidikan anak autis?
Perlu diketahui bahwa setiap anak autis memiliki kemampuan serta hambatan yang berbeda-beda. Ada anak autis yang mampu berbaur dengan anak-anak ’normal’ lainnya di dalam kelas reguler dan menghabiskan hanya sedikit waktu berada dalam kelas khusus namun ada pula anak autis yang disarankan untuk selalu berada dalam kelas khusus yang terstruktur untuk dirinya. Anak-anak yang dapat belajar dalam kelas reguler tersebut biasanya mereka memiliki kemampuan berkomunikasi, kognitif dan bantu diri yang memadai. Sedangkan yang masih membutuhkan kelas khusus biasanya anak autis dimasukkan dalam kelas terpadu, yaitu kelas perkenalan dan persiapan bagi anak autis untuk dapat masuk ke sekolah umum biasa dengan kurikulum umum namun tetap dalam tata belajar anak autis, yaitu kelas kecil dengan jumlah guru besar, dengan alat visual/gambar/kartu, instruksi yang jelas, padat dan konsisten, dsb).

7. Bagaimana metode belajar yang tepat bagi anak autis?
Metode belajar yang tepat bagi anak autis disesuaikan dengan usia anak serta, kemampuan serta hambatan yang dimiliki anak saat belajar, dan gaya belajar atau learning style masing-masing anak autis. Metode yang digunakan biasanya bersifat kombinasi beberapa metode. Banyak, walaupun tidak semuanya, anak autis yang berespon sangat baik terhadap stimulus visual sehingga metode belajar yang banyak menggunakan stimulus visual diutamakan bagi mereka. Pembelajaran yang menggunakan alat bantu sebagai media pengajarannya menjadi pilihan. Alat Bantu dapat berupa gambar, poster-poster, bola, mainan balok, dll. Pada bulan-bulan pertama ini sebaiknya anak autis didampingi oleh seorang terapis yang berfungsi sebagai guru pembimbing khusus

8. Pengajar seperti apa yang dibutuhkan bagi anak autis?
Pengajar yang dibutuhkan bagi anak autis adalah orang-orang yang selain memilii kompetensi yang memadai untuk berhadapan dengan anak autis tentunya juga harus memiliki minat atau ketertarikan untuk terlibat dalam kehidupan anak autis, memiliki tingkat kesabaran yang tinggi, dan kecenderungan untuk selalu belajar sesuatu yang baru karena bidang autisma ini adalah bidang baru yang selalu berkembang.

9. Suasana belajar seperti apa yang dibutuhkan anak autis?
Tergantung dengan kemampuan dan gaya belajar masing-masing anak autis. Ada anak autis yang mencapai hasil yang lebih baik bila dibaurkan dengan anak-anak lain, baik itu anak ’normal’ maupun anak-anak dengan kebutuhan khusus lainnya. Ada anak autis yang lebih baik bila ditempatkan pada suasana belajar yang tenang, tidak banyak gangguan atau stimulus suara, warna, atau hal-hal lain yang berpotensi mengalihkan perhatian.

10. Apa saja yang diajarkan dalam pendidikan anak autis?
Komunikasi (bahasa ekspresif dan reseptif), ketrampilan bantu diri, ketrampilan berperilaku di depan umum, setelah itu dapat diajarkan hal lain yang disesuaikan dengan usia dan kematangan anak serta tingkat inteligensi,.

11. Sampai umur berapa tahun anak autis mendapat pendidikan khusus?
Semua itu sekali lagi tergantung pada kemampuan anak, gaya belajar anak, serta sejauh mana kerjasama antara orangtua atau pengasuh dengan pendidik atau terapis.

12. Umur berapa anak sudah dapat dilepas masuk ke sekolah umum?
Lagi-lagi hal ini tergantung pada kemampuan anak.

13. Berapa besar kemungkinan anak autis berbaur dengan murid lain di sekolah biasa?
Kemungkinan selalu ada. Akan tetapi semua itu tergantung pada kemampuan anak autis tersebut dan apakah sistem pendidikan atau fasilitas di sekolah ’biasa’ itu mendukung berbaurnya anak autis dengan murid-murid lain dalam kelar reguler.

14. Apakah pada akhirnya anak autis dapat hidup di lingkungan umum tanpa perlakuan khusus?
Untuk beberapa kasus yang amat jarang terjadi (sampai saat ini), ada individu dengan autisma dengan kemampuan berkomunikasi yang memadai, tingkat inteligensi yang memadai, serta pendidikan dapat mendukung dirinya untuk mandiri dan berbaur dengan lingkungan tanpa perlakuan khusus. Hal ini bergantung pada faktor internal (diri anak autis sendiri) dan faktor eksternal, yaitu lingkungan, apakah sistem di lingkungan mendukung atau memungkinkan anak autis untuk dapat berfungsi secara baik dalam kesehariannya.



by :parenting indonesia.com