Minggu, 09 Januari 2011

Artikel Psikologi Umum

Psikologi adalah suatu ilmu yang mempelajari gejala-gejala kejiwaan. Dalam mempelajari psikologi membutuhkan waktu yang relatif lama,karenapsikologi merupakan cabang dari filsafat. Dahulu psikologi mempelajari mind (pikiran) tetapi lama-lama kata mind berubah menjadi behavior (tingkah laku). Ini karena kata mind bersifat abstrak jadi sukar untuk dipelajari.Banyak sekali terdapat definisi tentang psikologi. Dengan begitu banyak pula terdapat perbedaan dikalangan para ahli mengenai psikologi. Kita tidak akan menjelaskan semuanya itu, tetapi disini kami akanmembahas definisi yang masih digunakan sampai sekarang antara lain:

a. Definisi Etimologi

Definisi yang dipakai dengan cara memberikan asal usul suatu kata, tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa istilah ituhanya mengandung pengertianyang ada sekarang saja.

b. Definisi Sinonim

Definisi ini menggunakan sinonim, karena sinonim memberikan bantuan terbesar dalam pembuatannya.

c. Definisi Uraian

Definisi ini menguraikan segala sesuatudengan menjelaskanciri-ciri dan bagian-bagiannya satu persatu. Definisi ini digunakan untuk membatasi pengertian suatu istilah dengan membedakan genusnya (kelasnya) dan mengadakan diferensiasi. Tujuannya adalah untuk member pengertian yang membedakan genus dan menyebut diferensiasi suatu kata.
Psikologi sebagai ilmu

Ada 4 syarat psikologi sebagai ilmu, yaitu:

1.Mempunyai objek

Objek psikologi ada 2 yaitu objek material dan objek formal. Objek material yaitu apa saja yang di bahas, di pelajari dan di selidiki yang ditentukan dan dijadikan sasaran pemikiran. Objek ini merupakan masalah pokok. Objek formal yaitu cara pandang, dan tinjauan peneliti terhadap objek material dan prinsip-prinsip yang digunakan. Objek ini yang membedakan ilmu satu dengan ilmu lain.

2. Mempunyai ,metode

Cara kerja untuk memahami objek sasaran dan psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri dan telah menggunakan metode ilmiah. Sifat-sifat metode ilmiah yaitu objektif ( apa adanya), adekuat ( sesuai masalah dan tujuan), Reliable (dapat dipercaya dan infonya tepat), Valid (sesuai objek), Sistematis (urut atau tersusun dengan baik), Akurat (member data yang teliti).

3. Sistematis

Psikologi mempunyai susunan yang baik dan benar. Berikut ada beberapa cabang psikologi yaitu:

a. Psikologi teoritis yaitu psikologi berdasarkan teori.Teori ini digunakan untuk memprediksi lalu teori ini digunakan untuk menjelaskan. Maka teori ini merupakan alat terpenting dari satu ilmu pengetahuan. Ada 2 kelompok psikologi teoritis:Psikologi umum psikologi ini mempelajari menguraikan dan menyelidiki aktivitas psikis manusia yang sifatnya umum.psikologi khusus psikologi yang mempelajari tingkah laku manusia pada situasi khusus.

b. Psikologi praktis .Di sebut juga psikologi terapan yaitu psikologi yang mempelajari tingkah laku individu dalam kehidupannya. Tujuannya untuk menemukan prinsip-prinsip psikologi untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan manusia. Adapun cabang-cabang psikologi praktis diantaranya : Psikologi perusahaan ( menyelesaikan masalah – masalah dalam perusahaan ) , Psikologi klinis dan bimbingan psikologi ( usaha para psikolog untuk menolong orang yang menderita).

4.Universal

Psikologi itu harus berlaku untuk umum. Tidak hanya berlaku hanya pada satu cabang ilmu saja melainkan keseluruhan ilmu.

Psikologi sebagai Filsafat

Dahulu para filsuf kuno telah membahas mengenai psikologi dan di katakan bahwa semua ilmu tergolong kedalam filsafat sedangkan ahli filsafat mengatakan bahwa filsafat adalah induk ilmu pengetahuan. Lalu apa sebenarnya filsafat itu? Filsafat adalah suatu ilmu yang mempelajari hakekat sesuatu dengan menciptakan pertanyaan dan jawaban secara terus-menerus sehingga mencapai pengertian yang hakiki tentang sesuatu . Namun pada masa itu belum ada pembuktian yang empiris melainkan hanya teori-teori berdasarkan argumentasi logika belaka .

Daftar Pustaka http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/31/artikel-psikologi-umum/

Pensiun dan Gejala Depresi

Salah satu masa dalam rentang kehidupan manusia yang rentan terhadap depresi adalah masa pensiunan. Menurut Blakburn dan Davidson (dalam Kuntjoro, 2002) ada beberapa kondisi yang menyebabkan pensiunan mengalami depresi, antara lain: pertama, Pensiun [baik itu pegawai negeri, swasta, maupun yang bergelut dalam dunia bisnis] seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi kelak. Dalam era modern seperti sekarang ini, pekerjaan merupakan salah satu faktor terpenting yang bisa mendatangkan kepuasan (karena uang, jabatan dan memperkuat harga diri). Oleh karenanya, sering terjadi orang yang pensiun bukannya bisa menikmati masa tua dengan hidup santai, sebaliknya, ada yang malahan mengalami problem serius (kejiwaan atau pun fisik).

Kedua; usia, banyak orang yang takut menghadapi masa tua karena asumsinya jika sudah tua, maka fisik akan makin lemah, makin banyak penyakit, cepat lupa, penampilan makin tidak menarik dan makin banyak hambatan lain yang membuat hidup makin terbatas. Pensiun sering diidentikkan dengan tanda seseorang memasuki masa tua. Banyak orang mempersepsi secara negatif dengan menganggap bahwa pensiun itu merupakan pertanda dirinya sudah tidak berguna dan tidak dibutuhkan lagi karena usia tua dan produktivitas makin menurun sehingga tidak menguntungkan lagi bagi perusahaan atau organisasi tempat mereka bekerja. Seringkali pemahaman itu tanpa sadar mempengaruhi persepsi seseorang sehingga ia menjadi over sensitif dan subyektif terhadap stimulus yang ditangkap. Kondisi ini lah yang membuat orang jadi sakit-sakitan saat pensiun tiba.

Lebih lanjut Marie Blakburn dan Kate Davidson (dalam Kuntjoro, 2002) mengemukakan bahwa gejala-gejala psikologis adanya depresi bila ditinjau dari beberapa aspek, adalah sebagai berikut : 1. Suasana hati, ditandai dengan kesedihan, kecemasan, mudah marah. 2. Berpikir, ditandai dengan mudah hilang konsentrasi, lambat dan kacau dalam berpikir, menyalahkan diri sendiri, ragu-ragu, harga diri rendah. 3. Motivasi, ditandai dengan kurang minat bekerja dan menekuni hobi, menghindari kegiatan kerja dan sosial, ingin melarikan diri, ketergantungan tinggi pada orang lain. 4. Perilaku, di tandai dengan gelisah terlihat dari gerakan yang lamban, sering mondar-mandir, menangis, mengeluh, 5) Hilang nafsu makan atau nafsu makan bertambah, hilang hasrat seksual, tidur terganggu.

Menurut Kim, J., E. dan Moen, P., (dalam Rini 2001) dari Cornell University meneliti hubungan antara pensiun dengan depresi. Keduanya menemukan: Wanita yang baru pensiun cenderung mengalami depresi lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang sudah lama pensiun atau bahkan yang masih bekerja, terutama jika sang suami masih bekerja; Pria yang baru pensiun cenderung lebih banyak mengalami konflik perkawinan dibandingkan dengan yang belum pensiun; Pria yang baru pensiun namun istrinya masih bekerja cenderung mengalami konflik perkawinan lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang sama-sama baru pensiun namun istrinya tidak bekerja; Pria yang pensiun dan kembali bekerja dan mempunyai istri yang tidak bekerja, maka keduanya memiliki semangat lebih tinggi dibandingkan dengan pasangan yang keduanya sama-sama tidak bekerja.
Daftar Pustaka http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2009/12/05/pensiun-dan-gejala-depresi/

Penerimaan Sosial Remaja

Setiap remaja dituntut untuk menguasai ketrampilan-ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting dan krusial manakala anak sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan. Ketrampilan-ketrampilan tersebut biasanya disebut sebagai aspek psikososial. Salah satu aspek dari ketrampilan sosial adalah penerimaan sosial. Menurut Hurlock (dalamYusuf, 2002) penerimaan sosial adalah individu dinilai positif oleh orang lain, mau berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial, dan memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain. Dengan kata lain seseorang dapat diterima secara positif oleh lingkungan sekitarnya dan mau berperan serta dalam kegiatan-kegiatan sosial dalam masyarakat.

Sementara itu pengertian penerimaan sosial menurut Berk (dalam Habibah, 2000) adalah kemampuan seseorang, sehingga ia dihormati oleh anggota kelompok yang lainnya sebagai partner sosial yang berguna. Kemampuan ini meliputi kemauan untuk menerima orang lain sekurang-kurangnya sabar menghadapi, bersikap tenang, ramah tamah dan sebagainya. Penerimaan sosial dapat memudahkan dalam pembentukan tingkah laku sosial yang diinginkan, reinforcement atau modeling dan pelatihan secara langsung dapat meningkatkan keterampilan sosial.

Penerimaan sosial juga berarti dipilih sebagai teman untuk suatu aktifitas dalam kelompok dimana seseorang menjadi anggota. Ini merupakan indeks keberhasilan yang digunakan seseorang untuk berperan dalam kelompok sosial dan menunjukkan derajat rasa suka anggota kelompok yang lain untuk bekerja sama atau bermain dengannya (Hurlock, 1997). Individu yang diterima secara sosial biasanya lebih mampu menerima dirinya sendiri, hal ini karena terdapat korelasi yang cukup tinggi antara social acceptence dan self acceptence sehingga dapat dikatakan bahwa individu yang mempunyai tingkat penerimaan sosial yang tinggi akan memiliki konsep diri yang positif (Centi dalam Habibah, 2000).

Sumber;
Yusuf, Syamsu, 2002. Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung:Rosda Karya.

Fanatisme

Fanatisme adalah suatu keyakinan atau suatu pandangan tentang sesuatu, yang positif atau yang negatif, pandangan yang tidak memiliki sandaran teori atau pijakan kenyataan, tetapi dianut secara mendalam sehingga susah diluruskan atau diubah. Menurut definisinya, Fanatisme biasanya tidak rasional atau keyakinan seseorang yang terlalu kuat dan kurang menggunakan akal budi sehingga tidak menerima faham yang lain dan bertujuan untuk mengejar sesuatu. Adanya fanatisme dapat menimbulkan perilaku agresi dan sekaligus memperkuat keadaan individu yang mengalami deindividuasi untuk lebih tidak terkontrol perilakunya.

Fanatisme dipandang sebagai penyebab menguatnya perilaku kelompok yang tidak jarang dapat menimbulkan perilaku agresi. Individu yang fanatik akan cenderung kurang memperhatikan kesadaran sehingga seringkali perilakunya kurang terkontrol dan tidak rasional.

Pengertian Fanatisme sendiri dapat disebut sebagai orientasi dan sentimen yang mempengaruhi seseorang dalam : (a) berbuat sesuatu, menempuh sesuatu atau memberi sesuatu, (b) dalam berfikir dan memutuskan, (c) dalam mempersepsi dan memahami sesuatu, dan (d) dalam merasa secara psikologis, seseorang yang fanatik biasanya tidak mampu memahami apa-apa yang ada di luar dirinya, tidak faham terhadap masalah orang atau kelompok lain, tidak mengerti faham atau filsafat selain yang mereka yakini.

Ciri-ciri yang jelas dari sifat fanatik adalah ketidakmampuan memahami karakteristik individual orang lain yang berada diluar kelompoknya, benar atau salah. Secara garis besar fanatisme mengambil bentuk : (a) fanatik warna kulit, (b) fanatik etnik/kesukuan, dan (c) fanatik klas sosial. Fanatik Agama sebenarnya bukan bersumber dari agama itu sendiri, tetapi biasanya merupakan kepanjangan dari fanatik etnik atau klas sosial.
Daftar Pustaka http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2010/01/19/fanatisme/

Menumbuhkan Motivasi Belajar Siswa

Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:

a. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada siswa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.

b. Hadiah. Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.

c. Saingan atau kompetisi. Guru berusaha mengadakan persaingan atau kompetisi di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.

d. Pujian. Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun.

e. Hukuman. Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya.

f. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar. Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik.

g. Membentuk kebiasaan belajar yang baik.
h. Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok.
i. Menggunakan metode yang bervariasi.
j. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Daftar Pustaka http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2010/02/11/menumbuhkan-motivasi-belajar-siswa/

Penyesuaian Diri pada Remaja

Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran orang lain, dibutuhkan adanya keselarasan diantara manusia itu sendiri. Agar hubungan interaksi berjalan baik diharapkan manusia mampu untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya, sehingga dapat menjadi bagian dari lingkungan tanpa menimbulkan masalah pada dirinya. Dengan kata lain berhasil atau tidaknya manusia dalam menyelaraskan diri dengan lingkungannya sangat tergantung dari kemampuan penyesuaian dirinya.

Penyesuaian dapat didefinisikan sebagai interaksi yang kontinyu antara diri individu sendiri, dengan orang lain dan dengan dunia luar. Ketiga faktor ini secara konstan mempengaruhi individu dan hubungan tersebut bersifat timbal balik (Calhoun dan Acocella,1976). Dari diri sendiri yaitu jumlah keseluruhan dari apa yang telah ada pada diri individu, tubuh, perilaku dan pemikiran serta perasaan. Orang lain yaitu orang-orang disekitar individu yang mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan individu. Dunia luar yaitu penglihatan dan penciuman serta suara yang mengelilingi individu.

Proses penyesuaian diri pada manusia tidaklah mudah. Hal ini karena didalam kehidupannya manusia terus dihadapkan pada pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Periode penyesuaian diri ini merupakan suatu periode khusus dan sulit dari rentang hidup manusia. Manusia diharapkan mampu memainkan peran-peran sosial baru, mengembangkan sikap-sikap sosial baru dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru yang dihadapi (Hurlock,1980).

Disebutkan juga oleh Hurlock (1980) bahwa seperti halnya proses penyesuaian diri yang sulit yang dihadapi manusia secara umum, para remaja juga mengalami proses penyesuaian diri dimana proses penyesuaian diri pada remaja ini merupakan suatu peralihan dari satu tahap perkembangan ketahap berikutnya. Dalam periode peralihan ini terdapat keraguan akan peran yang akan dilakukan, namun pada periode ini juga memberikan waktu kepada remaja untuk mencoba gaya baru yang berbeda, menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya. Dengan kata lain hal ini merupakan proses pencarian identitas diri yang dilakukan oleh para remaja.

Untuk menjadikan remaja mampu berperan serta dan melaksanakan tugasnya, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat tidaklah mudah, karena masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa ini dalam diri remaja terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada fisik, psikis, maupun sosial. Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam berhubungan yang belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa diluar lingkungan keluarga. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus banyak penyesuaian baru.

Agar penyesuaian diri yang dilakukan terhadap lingkungan sosial berhasil (well adjusted), maka remaja harus menyelaraskan antara tuntutan yang berasal dari dalam dirinya dengan tuntutan-tuntutan yang diharapkan oleh lingkungannya, sehingga remaja mendapatkan kepuasan dan memiliki kepribadian yang sehat. Misalnya sebagian besar remaja mengetahui bahwa para remaja tersebut memakai model pakaian yang sama denga pakaian anggota kelompok yang populer, maka kesempatan untuk diterima oleh kelompok menjadi lebih besar. Untuk itu remaja harus mengetahui lebih banyak informasi yang tepat tentang diri dan lingkungannya.
Daftar Pustaka http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2009/04/21/penyesuaian-diri-pada-remaja/

Kekerasan dalam Pacaran (KDP)

Pacaran adalah hubungan antara pria dan wanita yang diwarnai keintiman dimana satu sama lain terlibat dalam perasaan cinta dan saling mengakui pasangannya sebagai pacar. Melalui berpacaran seseorang akan mempelajari mengenai perasaan emosional tentang kehangatan, kedekatan dan berbagi dalam hubungan dengan orang lain. Salah satu tugas perkembangan dewasa muda adalah berkisar pada pembinaan hubungan intim dengan orang lain.

Namun pada kenyataannya, seringkali terjadi bahwa pacaran yang dilakukan remaja dapat menjurus kepada hal-hal yang negatif, misalnya pacaran diiringi dengan perilaku seksual pranikah, kekerasan dalam berpacaran, bahkan tidak jarang terjadi kasus-kasus pembunuhan, perkosaan hingga maraknya kasus-kasus hubungan seksual yang direkam melalui handphone. Salah satu fenomena yang saat ini semakin banyak muncul pada hubungan berpacaran adalah kekerasan dalam pacaran (KDP).

Data kasus kekerasan yang ditangani oleh Jaringan Relawan Independen (JaRI) periode April 2002-Juni 2007, yakni, dari 263 kasus kekerasan yang masuk, ada 92% korban perempuan (sekitar 242 orang). Dimana sepertiganya merupakan kekerasan dalam pacaran (KDP). Sementara itu, kasus kekerasan dalam pacaran (KDP) dan perkosaan pun menjadi kasus dominan yang ditangani Rifka Annisa Women`s Crisis Center asal Yogyakarta, setelah kekerasan terhadap istri. Selama 14 tahun terakhir, dari 3.627 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terungkap, sekitar 26 % di antaranya adalah kekerasan dalam pacaran (KDP) dan perkosaan. Rifka Annisa (2002) mencatat bahwa kekerasan terhadap perempuan yang terjadi antara bulan Januari-Juli 2002 tercatat sebanyak 248 kasus. Dimana 60 kasus merupakan kekerasan pada masa pacaran (KDP) dan perkosaan 30 kasus.

Fenomena kekerasan dalam pacaran (KDP) sebenarnya seperti gunung es. Sebab, angka-angka tersebut hanya berdasar pada jumlah kasus yang dilaporkan, padahal dalam kenyataannya, tidaklah mudah bagi korban kekerasan melaporkan kasus yang dialaminya.

Kekerasan dalam Pacaran (KDP)
Banyak orang yang peduli tentang kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga (Domestic Violence), namun masih sedikit yang peduli pada kekerasan yang terjadi berpacaran (Kekerasan Dalam Pacaran/KDP) atau Dating Violence). Banyak yang beranggapan bahwa dalam berpacaran tidaklah mungkin terjadi kekerasan, karena pada umumnya masa berpacaran adalah masa yang penuh dengan hal-hal yang indah, di mana setiap hari diwarnai oleh manisnya tingkah laku dan kata-kata yang dilakukan dan diucapkan sang pacar.

Kekerasan dalam Pacaran (KDP) adalah perilaku atau tindakan seseorang dapat disebut sebagai tindak kekerasan dalam percintaan atau pacaran apabila salah satu pihak merasa terpaksa, tersinggung dan disakiti dengan apa yang telah dilakukan oleh pasangannya pada hubungan pacaran. Suatu tindakan dikatakan kekerasan apabila tindakan tersebut sampai melukai seseorang baik secara fisik maupun psikologis, bila yang melukai adalah pacar maka ini bisa digolongkan tindak kekerasan dalam pacaran (KDP).

Sebenarnya kekerasan ini tidak hanya dialami oleh perempuan atau remaja putri saja, remaja putra pun ada yang mengalami kekerasan yang dilakukan oleh pacarnya. Tetapi perempuan lebih banyak menjadi korban dibandingkan laki-laki karena pada dasarnya kekerasan ini terjadi karena adanya ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan yang dianut oleh masyarakat luas. Ketidakadilan dalam hal jender selama ini telah terpatri dalam kehidupan sehari-hari, bahwa seorang perempuan biasa dianggap sebagai makhluk yang lemah, penurut, pasif, mengutamakan kepentingan laki-laki dan lain sebagainya, sehingga dirasa “pantas” menerima perlakuan yang tidak wajar atau semena-mena.

Payung hukum terhadap terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan, sebetulnya sudah cukup terakomodasi melalui UU No. 23 tahun 2004 tentang KDRT. Namun untuk kekerasan dalam pacaran (KDP), belum ada payung hukum khusus, dan masih menggunakan KUHP sebab dianggap kasus kriminal biasa. Kekerasan dalam pacaran (KDP) bisa masuk dalam KDRT, karena kekerasan yang terjadi dalam relasi domestik, antara laki-laki dan perempuan yang memiliki hubungan khusus.

Hal yang khas yang sering muncul dalam kasus kasus kekerasan dalam pacaran adalah bahwa korban biasanya memang cenderung lemah, kurang percaya diri, dan sangat mencintai pasangannya. Apalagi karena sang pacar, setelah melakukan kekerasan (menampar, memukul, nonjok, dll) biasanya setelah itu menunjukkan sikap menyesal, minta maaf, dan berjanji tidak akan mengulangi tindakan kekerasan lagi, dan bersikap manis kepada pasangannya. Pada dasarnya, hubungan pacaran adalah sarana melatih keahlian individu dalam kepekaan, empati, kemampuan untuk mengkomunikasikan emosi dan menyelesaikan konflik serta kemampuan untuk mempertahankan komitmen. Jika individu mampu mengkomunikasikan emosi dan menyelesaikan konflik dengan baik niscaya kekerasan dalam pacaran (KDP) tidak akan terjadi. Berkaitan dengan hal tersebut, penulis menduga bahwa salah satu penyebab terjadi kekerasan dalam pacaran (KDP) adalah rendahnya tingkat asertivitas individu. Rendahnya asertivitas tersebut tampak ketika individu cenderung menerima segala bentuk perlakuan oleh pasangannya, meskipun sebetulnya individu merasa tersiksa. Asertif berfungsi sebagai mengkomunikasikan emosi dan menyelesaikan konflik dalam berpacaran.
Daftar Pustaka http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2010/07/07/kekerasan-dalam-pacaran-kdp/

Apa itu Electra Complex dan Oedipus Complex

Electra complex [Kompleks Electra] adalah istilah psikoanalisis yang digunakan untuk menggambarkan perasaan romantis seorang gadis terhadap ayahnya dan marah terhadap ibunya. Electra complex [Kompleks Electra] seperti halnya dengan Oedipal Complex [Kompleks Oedipus] pada laki-laki.

Menurut Sigmund Freud, perkembangan psikoseksual seorang anak perempuan pada awalnya melekat pada ibunya. Ketika ia menemukan bahwa ia tidak memiliki penis, ia menjadi melekat pada ayahnya dan mulai membenci ibunya, yang menganggap ibunya telah melakukan “pengebirian dirinya”. Freud percaya bahwa seorang anak perempuan kemudian mulai mengidentifikasi dan meniru ibunya karena takut kehilangan cinta ayahnya.

Istilah Electra Kompleks memang sering dikaitkan dengan Freud, namun sebenarnya Carl Jung telah menciptakan istilah ini pada tahun 1913. Freud sendiri menolak istilah tersebut, karena menggambarkan penyederhanaan upaya untuk memahami analogi antara sikap dari dua jenis kelamin. Freud sendiri menggunakan istilah Oedipus sebagai sebuah sikap feminin untuk menggambarkan apa yang sekarang kita sebut sebagai Electra complex [Kompleks Electra].

Oedipal Complex [kompleks Oedipus]
Oedipal Complex [kompleks Oedipus] merupakan suatu istilah yang digunakan oleh Freud dalam teorinya tentang tahap perkembangan psikoseksual untuk menggambarkan perasaan seorang anak laki-laki yang mencintai untuk ibunya, disertai rasa cemburu dan kemarahan terhadap ayahnya. Menurut Freud, anak laki-laki itu ingin memiliki ibunya dan menggantikan ayahnya, yang ia dilihat sebagai pesaing untuk mendapatkan kasih sayang ibunya. Oedipal Complex terinspirasi dari karakter di Sophocles [cerita kuno yunani] dimana ‘Oedipus Rex yang secara tidak sengaja membunuh ayahnya dan menikahi ibunya.
Daftar Pustaka http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2010/05/15/apa-itu-electra-complex-dan-oedipus-complex/

Tahapan Terjadinya Stres

Gejala-gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat, dan baru dirasakan bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari baik di rumah, di tempat kerja ataupun pergaulan lingkungan sosialnya. Dr. Robert J. Amberg (dalam Hawari, 2001) membagi tahapan-tahapan stres sebagai berikut :

1. Stres tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut: 1) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting); 2) Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya; 3) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.

2. Stres tahap II
Dalam tahapan ini dampak stres yang semula “menyenangkan” sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi yang tidak lagi cukup sepanjang hari, karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat yang dimaksud antara lain dengan tidur yang cukup, bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang mengalami defisit. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stres tahap II adalah sebagai berikut: 1) Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar; 2) Merasa mudah lelah sesudah makan siang; 3) Lekas merasa capai menjelang sore hari; 4) Sering mengeluh lambung/perut tidak nyaman (bowel discomfort); 5) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar); 6) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang; 7) Tidak bisa santai.

3. Stres Tahap III
Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan pada stres tahap II, maka akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu: 1) Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan “maag”(gastritis), buang air besar tidak teratur (diare); 2) Ketegangan otot-otot semakin terasa; 3) Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat; 4) Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur (early insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu pagi atau dini hari dan tidak dapat kembali tidur (Late insomnia); 5) Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa loyo dan serasa mau pingsan). Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah suplai energi yang mengalami defisit.

3. Stres Tahap IV
Gejala stres tahap IV, akan muncul: 1) Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit; 2) Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit; 3) Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons secara memadai (adequate); 4) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari; 5) Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan; Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tiada semangat dan
kegairahan; 6) Daya konsentrasi daya ingat menurun; 7) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.

4. Stres Tahap V
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap V, yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut: 1) Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical dan psychological exhaustion); 2) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana; 3) Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastrointestinal disorder); 4) Timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik.

6. Stres Tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami stres tahap VI ini berulang dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai berikut: 1) Debaran jantung teramat keras; 2) Susah bernapas (sesak dan megap-megap); 3) Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran; 4) Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan; 5) Pingsan atau kolaps (collapse). Bila dikaji maka keluhan atau gejala sebagaimana digambarkan di atas lebih didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan faal (fungsional) organ tubuh, sebagai akibat stresor psikososial yang melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya.
Daftar Pustaka http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2010/10/08/tahapan-terjadinya-stres/

Lesbianisme, Gaya Hidup atau Abnormalitas Seksual?

Di Indonesia, Lesbianisme rupanya berkembang cukup pesat dalam wilayah sosial kemasyarakatan. Kalau dulu, perempuan lesbi sebisa mungkin menyembunyikan jati dirinya, tapi saat ini mereka berhimpun dalam wadah atau organisasi yang semua orang bisa mengetahuinya. Lihat saja, grup-grup lesbian yang bertebaran di Facebook maupun situs-situs dewasa lainnya. Lantas pertanyaannya, apakah Lesbianisme saat ini menjadi gaya hidup? Bukankah lesbian merupakan abnormalitas atau penyimpangan seksual? Sebelum menyimpulkan, Blog Dunia Psikologi akan mencoba menelisik apa itu lesbianisme.

Lesbianisme tergolong dalam abnormalitas seksual yang disebabkan adanya partner-seks yang abnormal. Lesbianisme berasal sari kata Lesbos. Lesbos sendiri adalah sebutan bagi sebuah pulau ditengah Lautan Egeis, yang pada zaman kuno dihuni oleh para wanita (dalam Kartono, 1985). Homoseksualitas dikalangan wanita disebut dengan cinta yang lesbis atau lesbianisme. Memang, pada usia pubertas, dalam diri individu muncul predisposisi (pembawaan, kecenderungan) biseksuil, yaitu mencintai seorang teman puteri, sekaligus mencintai teman seorang pria.

Pada proses perkembangan remaja yang normal, biseksualitas bisa berkembang menjadi heteroseksual (menyukai lawan jenis). Sebaliknya jika prosesnya abnormal, misalnya disebabkan oleh faktor endogin atau eksogin tertentu, maka biseksualitas bisa berkembang menjadi lesbian, dan obyek-erotisnya adalah benar-benar seorang wanita. Pada umumnya, cinta seorang lesbianisme itu sangat mendalam dan lebih hebat dari pada cinta heteroseksual. Meskipun pada relasi lesbian, tidak didapatkan kepuasan seksual yang wajar. Cinta lesbian juga biasanya lebih hebat daripada cinta homoseksual diantar kaum pria.

Gejala Lesbianisme antara lain disebabkan karena wanita yang bersangkutan terlalu mudah jenuh terhadap relasi heteroseksualnya, misalnya suami atau kekasih prianya. Seorang yang lesbian tidak pernah merasakan orgasme. Penyebab yang lain adalah pengalaman traumatis terhadap seorang pria atau suami yang kejam, sehingga timbul rasa benci yang mendalam dan antipati terhadap setiap laki-laki. Kemudian ia lebih suka melakukan relasi seks dan hidup bercinta dengan seseorang wanita lain. Wanita lesbian menganggap relasi heteroseksual tidak bisa membuat dirinya bahagia, relasi seksnya dengan sesama wanita dianggap sebagai kompensasi dari rasa ketidakbahagiaannya tersebut.

Nah, baik lesbianisme pada wanita maupun homoseksualitas pada laki-laki banyak distimulir oleh hormon eksogin dan faktor lingkungan. Lantas apakah Lesbianisme merupakan sebuah gaya hidup ataukah abnormalitas seksual? Blog Dunia Psikologi menyerahkan sepenuhnya kepada pembaca, dan yang mesti di ingat sebelum menyimpulkan adalah pada faktanya kaum lesbi menjadi sebuah gaya hidup para wanita ketika issue gender semakin menguat. Menuduh mereka abnormalitas seksual juga terlalu naif, karena lesbian Indonesia belum ada yang diteliti hormon penyebabnya. Bisa jadi semakin banyaknya lesbian Indonesia karena ‘ketidakmampuan’ laki-laki menempatkan perempuan dalam tempat yang seharusnya. Allah Bissawab.
Daftar Pustaka http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2010/01/23/lesbianisme-gaya-hidup-atau-abnormalitas-seksual/

Empat Anugerah Manusia dalam Teori Behavioristik

Pada dasarnya manusia memiliki anugerah yang tak terkira harganya. Hanya saja kita sebagai manusia jarang mensyukuri anugerah tersebut. Dalam psikologi pun dikenal dengan anugerah yang diberikan kepada manusia. Aliran Psikologi Behavioristik meyakini empat anugerah unik manusia sehingga membuatnya berbeda dengan mahkluk yang lain. Empat anugerah manusia tersebut antara lain :

1. Self Awareness (kesadaran diri)
Kesadaran diri adalah kemampuan untuk mengambil jarak terhadap diri sendiri dan menelaah pemikiran, motif-motif, sejarah, naskah hidup, tindakan, maupun kebiasaan dan kecenderungan. Hal ini memungkinkan manusia untuk melepaskan kacamata diri. Kesadaran diri memungkinkan untuk melihat kacamata itu sendiri maupun melihat melaluinya. Ini memungkinkan manusia untuk menjadi sadar akan sejarah sosial dan psikis dari program-program yang ada dalam diri dan untuk memperluas celah antara rangsangan dan tanggapan.

2. Conscience (hati nurani)
Hati nurani menghubungkan manusia dengan kebijaksanaan jaman dan kebijaksanaan hati. Ini merupakan sistem pengarahan yang ada dalam jiwa manusia, yang memungkinkan manusia untuk memahami ketika manusia bertindak atau bahkan merenungkan sesuatu yang sejalan dengan prinsip. Ini juga memberi manusia pemahaman akan bakat-bakat khas dan misi manusia.

3. Independent Will (kebebasan kehendak)
Kehendak bebas adalah kemampuan manusia untuk bertindak. Ini memberi manusia kekuatan untuk mengatasi paradigma-paradigma diri, untuk berenang melawan arus, untuk menulis kembali naskah hidupnya, untuk bertindak atas dasar prinsip dan bukannya bereaksi atas dasar emosi dan lingkungan sekitar. Sementara pengaruh-pengaruh genetis dan lingkungan boleh jadi amat kuat, pengaruh-pengaruh itu tidak dapat mengendalikan manusia. manusia tidak menjadi korban. manusia bukan merupakan produk masa lalunya. Manusia merupakan produk dari pilihan pilihannya. Manusia dapat memberi tanggapan (response-able)—mampu memberi tanggapan, mampu memilih diseberang suasana hati dan kecondongan-kecondongannya. Manusia memiliki kekuatan kehendak untuk bertindak berdasarkan kesadaran diri, hati nurani, dan visi.

4. Creative Imagination (imajinasi kreatif)
Imajinasi kreatif adalah kemampuan untuk meneropong keadaan dimasa datang, untuk menciptakan sesuatu dibenak manusia, dan memecahkan soal secara sinergis. Ini adalah anugerah kemampuan yang memungkinkan manusia untuk melihat dari diri sendiri dan orang lain secara berbeda dan lebih baik daripada saat ini. Ini memungkinkan seseorang untuk menulis pernyataan misi pribadi, menetapkan tujuan, atau merencanakan suatu pertemuan. Ini juga membuat seseorang semakin mampu memvisualisasikan diri yang sedang menghayati pernyataah misi pribadi, bahkan dalam lingkungan yang paling menantang, dan untuk menerapkan prinsip-prinsip dalam berbagai situasi baru secara efektif.

Dengan mengembangkan dan menggunakan empat anugerah tersebut, manusia akan terberdayakan dan memiliki konsep diri yang kuat, sehingga mampu membuat pilihan sikap dan tindakan yang bijaksana atas situasi atau stimulus yang ia diterima. Sebaliknya, orang yang mengabaikan dan membiarkan empat anugerah yang ia miliki tidak berkembang, sehingga perilaku dan pilihan sikapnya tidak efektif, sehingga ia mudah untuk dikendalikan oleh lingkungan, tekanan sosial atau suasana hatinya.
Daftar Pustaka http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2010/02/08/empat-anugerah-manusia-dalam-teori-behavioristik/

Konsep Diri Positif dan Konsep Diri Negatif

Konsep diri merupakan faktor penting didalam berinteraksi. Hal ini disebabkan oleh setiap individu dalam bertingkah laku sedapat mungkin disesuaikan dengan konsep diri. Kemampuan manusia bila dibandingkan dengan mahluk lain adalah lebih mampu menyadari siapa dirinya, mengobservasi diri dalam setiap tindakan serta mampu mengevaluasi setiap tindakan sehingga mengerti dan memahami tingkah laku yang dapat diterima oleh lingkungan. Dengan demikian manusia memiliki kecenderungan untuk menetapkan nilai-nilai pada saat mempersepsi sesuatu. Setiap individu dapat saja menyadari keadaannya atau identitas yang dimilikinya akan tetapi yang lebih penting adalah menyadari seberapa baik atau buruk keadaan yang dimiliki serta bagaimana harus bersikap terhadap keadaan tersebut. Tingkah laku individu sangat bergantung pada kualitas konsep dirinya yaitu konsep diri positif atau konsep diri negatif.

Menurut Brooks dan Emmart (1976), orang yang memiliki konsep diri positif menunjukkan karakteristik sebagai berikut: (a) Merasa mampu mengatasi masalah. Pemahaman diri terhadap kemampuan subyektif untuk mengatasi persoalan-persoalan obyektif yang dihadapi. (b) Merasa setara dengan orang lain. Pemahaman bahwa manusia dilahirkan tidak dengan membawa pengetahuan dan kekayaan. Pengetahuan dan kekayaan didapatkan dari proses belajar dan bekerja sepanjang hidup. Pemahaman tersebut menyebabkan individu tidak merasa lebih atau kurang terhadap orang lain. (c) Menerima pujian tanpa rasa malu. Pemahaman terhadap pujian, atau penghargaan layak diberikan terhadap individu berdasarkan dari hasil apa yang telah dikerjakan sebelumnya. (d) Merasa mampu memperbaiki diri. Kemampuan untuk melakukan proses refleksi diri untuk memperbaiki perilaku yang dianggap kurang.

Sedangkan orang yang memiliki konsep diri yang negatif menunjukkan karakteristik sebagai berikut: (a) Peka terhadap kritik. Kurangnya kemampuan untuk menerima kritik dari orang lain sebagai proses refleksi diri. (b) Bersikap responsif terhadap pujian. Bersikap yang berlebihan terhadap tindakan yang telah dilakukan, sehingga merasa segala tindakannya perlu mendapat penghargaan. (c) Cenderung merasa tidak disukai orang lain. Perasaan subyektif bahwa setiap orang lain disekitarnya memandang dirinya dengan negatif. (d) Mempunyai sikap hiperkritik. Suka melakukan kritik negatif secara berlebihan terhadap orang lain. (e) Mengalami hambatan dalam interaksi dengan lingkungan sosialnya. Merasa kurang mampu dalam berinteraksi dengan orang-orang lain.

Sumber ; Brooks, W.D., Emmert, P. Interpersonal Community. Iowa. Brow Company Publisher. 1976

Pentingnya Kontrol Diri

Perubahan-perubahan sosial yang cepat (rapid sosial change) sebagai konsekuensi modernisasi, industrialisasi, kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi telah mempengaruhi perilaku, nilai-nilai moral, etika, dan gaya hidup (value sistem and way of life).

Keberadaan hawa nafsu disamping memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, juga dapat melahirkan madlarat (ketidaknyamanan, atau kekacauan dalam kehidupan, baik personal maupun sosial). Kondisi ini terjadi apabila hawa nafsu tidak dikendalikan atau dikontrol, karena memang sifat yang melekat pada hawa nafsu adalah mendorong (memprovokasi) manusia kepada keburukan atau kejahatan (dalam Psikologi Belajar Agama, 2003).

Menurut Fachrurozi (dalam Jawa Pos, 2004) kegilaan masyarakat saat ini adalah personifikasi atas kegilaan yang dialami sebagai implikasi dari modernitas, bahwa modernitas, disamping melahirkan kemajuan dalam berbagai aspek (teknologi informasi, ekonomi, politik, sosial, dan budaya), ternyata juga melahirkan kegilaan atau gangguan kejiwaan. Diharapkan setiap individu mampu mengontrol diri terhadap setiap perubahan yang terjadi.

Tindakan-tindakan tidak terkontrol sering dikaitkan dengan remaja, karena seringkali bentuk perkelahian dilakukan oleh para remaja, sehingga perkelahian antar remaja sudah menjadi fenomena yang biasa di masyarakat luas terutama di kota-kota besar, perkelahian ini biasanya dipicu oleh masalah-masalah yang sepele, seperti bersenggolan di jalan, atau saling pandang yang ditafsirkan sebagai bentuk menantang, dan biasanya berakhir dengan perkelahian, perkelahian antar remaja pada awalnya hanya melibatkan dua individu kemudian berkembang menjadi perkelahian antar kelompok.

Menurut Lewin (dalam Winarno, 2003) kondisi tersebut dikarenakan dalam kelompok terdapat sifat interdependen antar anggota dan kondisi seperti itu berpeluang menjadi konflik SARA, dikarenakan Indonesia terdiri berbagai macam suku, agama, ras, yang berbeda-beda, sehingga individu akan merasa cemas, tidak aman, dan mudah tersulut emosi bila kontrol diri individu kurang. Oleh karena itu, kontrol diri diperlukan untuk mengontrol emosi yamg berasal dari dalam dan luar individu sebagai bentuk sosialisasi yang wajar.

Menurut Drever, kontrol diri adalah kontrol atau pengendalian yang dijalankan oleh individu terhadap perasaan-perasaan, gerakan-gerakan hati, tindakan-tindakan sendiri, sedangkan Goleman (dalam Sarah, 1998) mengartikan bahwa kontrol diri sebagai kemampuan untuk menyesuaikan dan mengendalikan dengan pola sesuai dengan usia. Bander (dalam Sarah, 1998) menyatakan bahwa kontrol diri merupakan kemampuan individu dalam mengendalikan tindakan yang ditandai dengan kemampuan dalam merencanakan hidup, maupun frustasi-frustasi dan mampu menahan ledakan emosi. Masa-masa remaja ditandai dengan emosi yang mudah meletup atau cenderung untuk tidak dapat mengkontrol dirinya sendiri, akan tetapi tidak semua remaja mudah tersulut emosinya atau tidak mampu untuk mengkontrol dirinya, pada remaja tertentu juga sudah matang dalam artian mampu mengkontrol setiap tindakan yang dilakukannya.
Daftar Pustaka http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2009/09/01/pentingnya-kontrol-diri/

Pengertian Anak Luar Biasa (anak tuna)

Pada mulanya istilah anak cacat digunakan untuk menyebut seorang anak yang mempunyai satu atau lebih kelainan yang dimiliki pada diri anak tersebut baik itu kelainan fisik, kelainan mental atau kelainan tingkah laku. Kemudian Sub Direktorat Pembinaan SLB menetapkan istilah anak luar biasa untuk mengganti istilah cacat tersebut karena dianggap terlalu kasar dan dapat merusak perasaan anak yang bersangkutan.

Dalam perkembangannya timbul istilah lain yaitu anak berkelainan atau anak tuna. Dalam buku yang berjudul Lexikana Universal Encyclopedia dijelaskan bahwa Pengertian Anak Luar Biasa atau istilah ketunaan digunakan untuk menunjukkan adanya kerusakan fisik atau kelemahan mental yang sekarang lebih sering digunakan untuk menjelaskan adanya kelemahan, gangguan atau hambatan dalam segi mental, fisik atau emosi yang begitu berat sehingga mengakibatkan keterbatasan bagi mereka dalam melakukan aktivitas.

Klasifikasi Anak Tuna
Dalam perkembangannya anak tuna sangat beraneka ragam sekali macam klasifikasinya bila dilihat dari kelainan yang dimilikinya. Menurut Hidayat ( 1998 ) yang digolongkan sebagai anak luar biasa adalah semua anak yang menampakan penyimpangan yang demikian jauh dari keadaan yang dianggap normal atau biasa.

Adapun mengenai ciri - ciri kelainan yang dimilikinya tersebut antara lain digolongkan sebagai berikut : a) Kelainan fisik : penyimpangan yang dimiliki oleh anak tersebut yang ditampakkan oleh kelainan secara fisik yang dimilikinya tersebut ( tunanetra, tunarungu, tunadaksa ); b) Kelainan mental : penyimpangan yang dimiliki oleh anak tersebut yang ditampakkan oleh kelainan secara mental atau kejiwaan yang dimilikinya tersebut ( tunagrahita ); c) Kelainan perilaku : penyimpangan yang dimiliki oleh anak tersebut yang ditampakkan oleh kelainan emosi, sikap dan bahkan tingkah laku yang dimilikinya tersebut ( tunalaras ).

Sumber: Hidayat, 1998. Kontribusi Orang Tua dalam Memberdayakan Anak Luar Biasa. Makalah dalam Seminar nasional Pemberdayaan Kemandirian anak luar Biasa menyongsong Abad XXI. 8 mei 1998. Jurusan KTP FIP IKIP MALANG.

Definisi Kecemasan, Apa itu Kecemasan?

Lazarus (1969), kecemasan merupakan suatu respon dari pengalaman yang dirasa tidak menyenangkan dan di ikuti perasaan gelisah, khawatir, dan takut. Kecemasan merupakan aspek subjektif dari emosi seseorang karena melibatkan faktor perasaan yang tidak menyenangkan yang sifatnya subjektif dan timbul karena menghadapi tegangan, ancaman kegagalan, perasaan tidak aman dan konflik dan biasanya individu tidak menyadari dengan jelas apa yang menyebabkan ia mengalami kecemasan.

The New Encyclopedia Britannica (1990) kecemasan atau anxiety adalah suatu perasaan takut, kekuatiran atau kecemasan yang seringkali terjadi tanpa ada penyebab yang jelas. Kecemasan dibedakan dari rasa takut yang sebenarnya, rasa takut itu timbul karena penyebab yang jelas dan adanya fakta-fakta atau keadaan yang benar-benar membahayakan, sedangkan kecemasan timbul karena respon terhadap situasi yang kelihatannya tidak menakutkan, atau bisa juga dikatakan sebagai hasil dari rekaan, rekaan pikiran sendiri (praduga sbuyektif), dan juga suatu prasangka pribadi yang menyebabkan seseorang mengalami kecemasan.

Pendekatan-pendekatan kecemasan :

1. Psikoanalitik menyatakan bahwa sumber-sumber kecemasan adalah adanya suatu konflik bawah sadar. Freud meyakini bahwa kecemasan merupakan hasil dari konflik antara dorongan-dorongan id dan desakan-desakan ego, dan superego. Dorongan ini dapat merupakan ancaman bagi setiap individu karena berlawanan dengan nilai-nilai personal dan social (Atkinson, dkk, 1983 : 431-432).
2. Teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang dibiaskan terhadap stimuli lingkungan spesifik. Pengertian kognitif keadaan kecemasan nonfobik menyatakan bahwa pola berpikir yang salah, terdistorsi, atau tidak produktif (counterproductive) menyertai atau mendahului perilaku maladaptive dan gangguan emosional. Subjek yang menderita gangguan kecemasan cenderung menilai lebih (overestimate) terhadap derajat bahaya dan kemungkinan bahaya di dalam situasi tertentu dan cenderung menilai rendah (underestimate) kemampuan dirinya untuk mengatasi ancaman yang datang kepada kesehatan fisik dan psikologisnya.

Sue (dalam Herber dan Runyon, 1984) membagi kecemasan dalam empat cara, yaitu :
1. Cara kognif yaitu dapat berubah dari rasa khawatir hingga panik, preokupasi pada bahaya yang tidak mengenakkan untuk diketahui, ketidakmampuan berkonsentrasi dan mengambil keputusan, dan sulit tidur.
2. Cara motorik yaitu sering menunjukkan gerakan-gerakan tidak beratur, gemetar, individu sering menunjukkan beberapa perilaku seperti gelisah, melangkah mondar-mandir, menggigit-gigiti bibir dan kuku, dan gugup.
3. Cara otomatis yaitu perubahan pada sistem saraf otonom dan sering direfleksikan dalam bentuk sesak nafas, mulut kering, tangan dan kaki jadi dingin, sering buang air kecil, jantung berdebar-debar, tekanan darah meningkat, keringat berlebihan, ketegangan otot dan gangguan pencernaan.
4. Cara afektif yaitu seperti merasa tidak enak dan khawatir mengenai bahaya yang akan datang.

Tipe Kecemasan :

1. Maramis (1990) membagi kecemasan menjadi 3 bagian :
2. kecemasan yang mengambang (free floating anxiety), kecemasan yang menyerap dan tidak ada hubungannya dengan suatu pemikiran.
3. Agitasi, kecemasan yang disertai kegelisahan motorik yang hebat.
4. Panik, serangan kecemasan yang hebat dengan kegelisahan dan kebingungan serta hiperaktifitas yang tidak terkontrol.

Freud (dalam Suryabrata, 1982), membagi kecemasan berdasarkan sumbernya :

1. kecemasan neurotis yang timbul karena id (rangsangan insting yang menuntut pemuasan segera) muncul sebagai suatu rangsangan yang mendorong ego untuk melakukan hel-hal yang tidak dapat diterima oleh lingkungan. Ciri kecemasan neurotic yang dapat dilihat dengan jelas adalah ketakutan yang tegang dan tidak rasional phobia).
2. kecemasan moral, individu yang superego berkembang baik cenderung untuk merasa berdosa apabila ia melakukan atau bahkan berpikir untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan norma-norma moral. Kecemasan moral ini juga mempunyai dasar dalam realitas karena dimasa yang lampau orang telah mendapatkan hukuman sebagai akibat dari perbuatan yang melanggar kode moral dan mungkin akan mendapatkan hukuman lagi.
3. kecemasan realistis, kecemasan yang timbul karena adanya ancaman dari dunia luar. Kecemasan ini sering kali di interpretasikan sebagai rasa takut. Kecemasan realistis ini adalah kecemasan yang paling pokok sedangkan dua kecemasan yang lain (neurotik dan moral) berasal dari kecemasan ini.

Freud (Hillgrad & Atkinson, 1979), membagi kecemasan menjadi dua bagian :

1. Kecemasan objektif, kecemasan ini dinilai Freud sebagai suatu respon yang tidak relistik terhadap bahaya eksternal yang mulanya sama dengan rasa takut.
2. kecemasan neurotis, kecemasan yang timbul dari konflik alam bawah sadar dalam diri individu karena konflik itu tidak disadari, individu tidak mengatahui alasan kecemasannya.
Daftar Pustaka http://www.psikologizone.com/definisi-kecemasan-apa-itu-kecemasan

Teori Kognitif Psikologi Perkembangan Jean Piaget

Pakar psikologi Swiss terkenal yaitu Jean Piaget (1896-1980), mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Piaget yakin bahwa anak-anak menyesuaikan pemikiran mereka untuk menguasai gagasan-gagasan baru, karena informasi tambahan akan menambah pemahaman mereka terhadap dunia.

Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian. Untuk membuat dunia kita diterima oleh pikiran, kita melakukan pengorganisasian pengalaman-pengalaman yang telah terjadi. Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimiliasi dan akomodasi.

Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.

Seorang anak 7 tahun dihadapkan dengan palu dan paku untuk memasang gambar di dinding. Ia mengetahui dari pengamatan bahwa palu adalah obyek yang harus dipegang dan diayunkan untuk memukul paku. Dengan mengenal kedua benda ini, ia menyesuaikan pemikirannya dengan pemikiran yang sudah ada (asimilasi). Akan tetapi karena palu terlalu berat dan ia mengayunkannya dengan keras maka paku tersebut bengkok, sehingga ia kemudian mengatur tekanan pukulannya. Penyesuaian kemampuan untuk sedikit mengubah konsep disebut akomodasi.

Piaget mengatakan bahwa kita melampui perkembangan melalui empat tahap dalam memahami dunia. Masing-masing tahap terkait dengan usia dan terdiri dari cara berpikir yang berbeda. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut:

Tahap sensorimotor (Sensorimotor stage), yang terjadi dari lahir hingga usia 2 tahun, merupakan tahap pertama piaget. Pada tahap ini, perkembangan mental ditandai oleh kemajuan yang besar dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi (seperti melihat dan mendengar) melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik.

Tahap praoperasional (preoperational stage), yang terjadi dari usia 2 hingga 7 tahun, merupakan tahap kedua piaget, pada tahap ini anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Mulai muncul pemikiran egosentrisme, animisme, dan intuitif. Egosentrisme adalah suatu ketidakmampuan untuk membedakan antara perspektif seseorang dengan perspektif oranglain dengan kata lain anak melihat sesuatu hanya dari sisi dirinya.

Animisme adalah keyakinan bahwa obyek yang tidak bergerak memiliki kualiatas semacam kehidupan dan dapat bertindak. Seperti sorang anak yang mengatakan, “Pohon itu bergoyang-goyang mendorong daunnya dan daunnya jatuh.” Sedangkan Intuitif adalah anak-anak mulai menggunakan penalaran primitif dan ingin mengetahui jawaban atas semua bentuk pertanyaan. Mereka mengatakan mengetahui sesuatu tetapi mengetahuinya tanpa menggunakan pemikiran rasional.

Tahap operasional konkrit (concrete operational stage), yang berlangsung dari usia 7 hingga 11 tahun, merupakan tahap ketiga piaget. Pada tahap ini anak dapat melakukan penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan ke dalam cotoh-contoh yang spesifik atau konkrit.

Tahap operasional formal (formal operational stage), yang terlihat pada usia 11 hingga 15 tahun, merupakan tahap keempat dan terkahir dari piaget. Pada tahap ini, individu melampaui dunia nyata, pengalaman-pengalaman konkrit dan berpikir secara abstrak dan lebih logis.

Sebagai pemikiran yang abstrak, remaja mengembangkan gambaran keadaan yang ideal. Mereka dapat berpikir seperti apakah orangtua yang ideal dan membandingkan orangtua mereka dengan standar ideal yang mereka miliki. Mereka mulai mempersiapkan kemungkinan-kemungkinan bagi masa depan dan terkagum-kagum terhadap apa yang mereka lakukan.

Perlu diingat, bahwa pada setiap tahap tidak bisa berpindah ke ketahap berikutnya bila tahap sebelumnya belum selesai dan setiap umur tidak bisa menjadi patokan utama seseorang berada pada tahap tertentu karena tergantung dari ciri perkembangan setiap individu yang bersangkutan. Bisa saja seorang anak akan mengalami tahap praoperasional lebih lama dari pada anak yang lainnya sehingga umur bukanlah patokan utama.

Daftar Pustaka

Santrok, John W. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5 Jilid 1. Jakarta: Erlangga

Sabtu, 08 Januari 2011

Membangkitkan Gairah Kerja

kategori : pendidikan
oleh : kcm
tahun : 2005

Apakah hidup Anda bergairah? Puas dengan pilihan yang Anda ambil

dalam kehidupan dan karier Anda?



Banyak orang beranggapan, gairah dan bekerja tidak dapat dicampur.

Mereka bahkan berpikir, bekerja untuk hidup dan cari makan. Bukan

untuk memberi makan jiwa kita.

Jelas, pendapat tersebut keliru.



Pada kenyataannya, gairah dan kehidupan adalah hal pokok yang harus

diprioritaskan. Dengan gairah, bakat Anda termotivasi. Gairah adalah

suatu karunia dan yang terpenting gairah membuat Anda menjadi "siapa

diri Anda". Gairah Anda adalah kekuatan dan enerji Anda. Gairah

merupakan bagian dari diri Anda yang memotivasi untuk melakukan apa

yang ingin Anda lakukan.



Yang jadi masalah, banyak orang mengabaikan gairah mereka pada saat

harus memilih dalam karier. Stres karena deadline dan bermacam-macam

keadaan di kantor yang menimbulkan kekesalan, membuat kita mulai

mengabaikan gairah. Tetapi, gairah murni tetap ada dalam diri Anda

dan kadang memang harus digali dan diihidupkan lagi.



Caranya?



Simak saja saran-saran berikut.



1. Cermin Masa Lalu



Salah satu cara yang paling bagus untuk mengidentifikasi gairah nyata

Anda adalah dengan memikirkan hidup Anda, Terutama mengingat masa

kanak-kanak dan mengidentifikasi hal-hal yang Anda sukai. Apa yang

membuat Anda sangat gembira? Apa yang dapat Anda peroleh dengan

mudah?



Coba, deh, ingat-ingat hal-hal yang Anda sukai waktu masa sekolah

atau permainan favorit saat kecil. Jika gemar main boneka, mungkin

Anda menyimpan bakat terpendam yang menunggu saat yang tepat untuk

ditampilkan. Begitu Anda dapat mengidentifikasi kegemaran Anda, maka

Anda pun tahu bagaimana memanfaatkannya. Sebagai contoh, orang yang

senang tampil dapat menemukan peluangnya dengan bekerja sebagai

presenter, pembicara. Ingat, gairah kita terpampang di depan kita!



2. Identifikasi Impian



Jika ingin menggali gairah, Anda perlu mengidentifikasi "mimpi" Anda.

Buatlah daftar hal-hal yang sangat ingin dilakukan, hal-hal yang

kalau Anda lakukan tidak akan merugikan bagi Anda. Jelas, Anda harus

berani menghadapi tantangan-tantangan. Mungkin Anda bermimpi menjadi

penari terkenal. Dengan demikian, Anda akan termotivasi mengikuti

kursus menari.



Jangan lupakan catatan daftar mimpi Anda dan jangan pernah

berpikir "tidak mungkin" karena dengan mempunyai mimpi, Anda akan

termotivasi untuk mewujudkan cita-cita Anda.



3. Cari Peluang



Coba ambil katalog kursus, lihat kursus apa yang ditawarkan dan beri

tanda pada bagian yang menarik buat Anda. Beri kesempatan pada diri

sendiri untuk mengikuti kursus yang Anda minati. Bila tertarik pada

seni, ikuti kursus mengenai seni. Bila ingin jadi fotografer, ikuti

kursus mengenai fotografi. Lakukanlah sesuatu sesuai dengan minat

Anda. Apakah itu menari, menyanyi, atau menulis. Anda harus berani

melakukan dan mencoba sesuatu yang baru.



4. Bangun Dunia & Gaya Hidup



Setiap orang harus berani melakukan hal-hal yang memotivasi dirinya

dan yang memberi ilham. Setiap manusia punya pembawaan sejak lahir,

demikian juga halnya dengan gairah. Gairah merupakan suatu benih dari

dalam diri kita. Jika gairah ini tidak digali, maka bakat yang ada

dalam diri kita tidak akan pernah tumbuh. Tetapi jika gairah digali

dan dikembangkan di lingkungan yang sesuai, Anda akan sukses dan

menjadi orang seperti yang Anda idam-idamkan.


Memang, perlu waktu untuk menggali gairah dan mengembangkannya. Yang

diperlukan adalah kemauan untuk mengembangkannya. " Hidup ini

bukanlah suatu latihan." Diri Anda sendirilah yang dapat membuat

hidup Anda bahagia atau tidak. (Nova)

Impian Selektif Itu Perlu

kategori : pendidikan
oleh : ennie S. Bev
tahun : 2005


Bermimpi, selain indah, juga memacu motivasi. Misalnya saja, saya
pernah bermimpi menjadi penulis, bahkan ini pernah menjadi isi dari
doa-doa saya. Jelas, mimpi memberikan blue print bagi masa depan.
Sekarang hampir semua impian saya sudah menjadi kenyataan.

Celakanya, banyak orang yang tidak mengimbangi impian mereka dengan
usaha yang seimbang dengan kadar "kedalaman" impian mereka. Ada
beberapa dari kenalan saya yang cukup tinggi impiannya. Ada satu yang
ingin sekali menjadi seorang profesor, namun semangat belajarnya
benar-benar bisa dibilang jauh di bawah rata-rata ("malas ah," begitu
istilah yang digunakannya). Dalam waktu lima tahun, belum setengah
program asssociate degree (setara D2 di Indonesia) yang
diselesaikannya, namun ia sangat sering mengutarakan keinginannya
untuk menjadi profesor dan menulis biografi hidupnya. Tentu saja
impian mulia ini saya dukung penuh.

Ada lagi yang sangat bercita-cita menjadi pengusaha sukses namun ia
sangatlah takut untuk memulai sesuatu yang baru, apalagi memulai
bisnis. Alasannya karena ia bukanlah seorang pebisnis alami, sehingga
proses belajarnya sangatlah panjang. Sekali lagi, saya sangat
mendukungnya. Malah saya pernah menawarkannya untuk meninjau tempat
kerja saya dan bagaimana saya melakukan kegiatan-kegiatan
entrepreneur saya (semacam menjadi apprentice-lah). Sayangnya, sekali
lagi ketakutan menjadi penghalang.

Bermimpi memang penting. Seperti halnya saya berangkat ke Negeri
Paman Sam dengan semangat merantau yang pantang menyerah, impian saya
untuk menjadi seorang penulis berbahasa Inggris sudah tercapai.
Bahkan dengan prestasi finalis EPPIE Award, saya sudah melampaui
impian ini. Dengan menerbitkan satu buku setiap dua bulan sekali,
jelas ini sudah bukan impian lagi.

Sekarang, impian saya adalah menjadi self-made millionaire di Silicon
Valley dengan perusahaan dot-com "late bloomer" yang saya dirikan
dengan suami (belum "billionaire" macam Bill Gates dan Larry
Ellison), tampaknya sudah sangat dekat. Demikian pula dengan impian
saya untuk mendirikan institusi training (atau sekolah) sendiri, yang
dalam beberapa bulan lagi sudah akan tercapai.

Ini semua adalah berkat keberanian untuk bermimpi dan keberanian
untuk mematahkan kemalasan dan ketakutan. Kedua kenalan saya yang di
atas mempunyai impian-impian besar yang sayangnya, tidak dibarengi
dengan keberanian untuk mematahkan kemalasan dan ketakutan. Bagi
mereka, impian hanyalah sekedar pengisi hati yang kadang kala hampa.

Bagi lebih banyak lagi orang, impian hanyalah impian. "Namanya juga
ngimpi, nggak bakal jadi kenyataan deh." After all, semua yang
diimpikan hanya terjadi di kala tidur, bukan?

Sayang, sekali lagi sayang. Bermimpi secara selektif yang dibarengi
dengan keberanian untuk menaklukkan kemalasan dan ketakutan adalah
inti dari mindset sukses seseorang.

Jadikan impian paralel dengan usaha yang Anda masukkan ke dalamnya,
bukan sebaliknya. Jalanlah terus di rel kereta api tujuan, jangan
mudah ganti-ganti. Intinya adalah tetaplah bermimpi, namun bermimpi
akan hal yang sama terus-menerus sampai hal itu tercapai. (Ini akan
menjadi self-hypnosis bagi alam bawah sadar Anda.)

Kerahkan semua enerji dengan kesadaran (awareness) penuh. Lawanlah
kemalasan dan ketakutan, karena itulah dua musuh utama dari impian
yang tidak menjadi nyata.

Potensi Diri: Mengubah

kategori : pendidikan
oleh : Lisa Nuryanti
tahun : 2005


Selly memang sudah cukup lama bekerja sebagai sekretaris di
perusahaan itu. Atasannya sangat otoriter sehingga Selly sering
merasa tertekan. Semua diukur sesuai dengan emosi sesaat.

Kesalahan-kesalahan kecil dapat membuat atasannya marah dan meledak- ledak. Apalagi kalau sampai Selly tidak dapat segera menemukan
dokumen yang diminta oleh atasannya, wah bisa-bisa Selly sakit hati
mendengar ucapan beliau. Padahal seringkali bukan karena salah Selly.

Ia sudah pernah menyerahkan dokumen itu ke tangan atasannya, tapi
beliau kini kembali minta dokumen tersebut. Entah lupa menaruh atau
memang hilang. Tapi atasannya selalu minta foto kopi dokumen itu
lagi. Pernah Selly mencoba mengingatkan bahwa dokumen tersebut sudah
pernah diserahkannya dan belum kembali ke tangannya, tapi
penjelasannya tidak membantu. Atasannya tetap minta yang baru.

Akhirnya Selly belajar menangani masalah seperti ini. Ia selalu siap
dengan satu foto kopi ekstra dari semua dokumen penting.

Apabila atasannya meminta dokumen tertentu, maka ia segera membuat
salinannya sebelum menyerahkan dokumen tersebut, supaya seandainya
lain kali diperlukan, ia tidak perlu bingung mencarinya. Dengan
demikian ia selalu siap dengan dokumen apapun yang diminta, sehingga
stresnya berkurang. Ia mengubah cara kerjanya, ia mengubah dirinya
sendiri.

Waktu pertama kali bekerja dulu, ia seringkali menangis. Bahkan ia
pernah tidak dapat tidur nyenyak dan tidak dapat menikmati makanannya
selama berhari-hari gara-gara dimarahi. Berat badannya turun 3
kilogram dalam waktu dua bulan.

Sampai suatu hari Selly menyadari bahwa ia merugikan dirinya sendiri.
Karena itu Selly mulai belajar membedakan antara masalah pribadi dan
masalah pekerjaan. Ia belajar untuk tidak mencampuradukkan keduanya.
Ia mulai bisa melihat lebih positif.

Koreksi diri sendiri
Sekarang ia tidak stres dan sakit-sakitan lagi. Ia tidak dapat
mengubah atasannya, tapi ia dapat mengubah dirinya sendiri.

Salim sangat ambisius. Ia berambisi untuk menduduki jabatan tertinggi
dalam perusahaan tempatnya bekerja. Sayangnya jabatan itu telah
terisi oleh Teddi yang telah lebih lama bekerja di sana. Salim
kecewa. Ia berusaha mencari kelemahan Teddi.

Setiap hari ia datang menawarkan bantuan, tapi sebenarnya ia mencari
kelemahan Teddi. Tentu saja tak ada manusia yang sempurna. Teddi agak
kurang teliti dengan angka.

Segera saja Salim berusaha menonjolkan kelemahan Teddi. Ketika Teddi
membuat perkiraan penjualan dan tanpa sengaja membuat kesalahan
perhitungan, Salim segera membesar-besarkan hal itu. Ia menunjukkan
kesalahan itu kepada para pemegang saham. Ia menonjolkan bahwa ia
sendiri tak akan berbuat kesalahan yang sama.

Tentu saja pemegang saham juga bukan orang yang mudah dipengaruhi.
Mereka tidak menanggapi hal itu sebagai sesuatu yang terlalu serius
karena perkiraan penjualan itu memang masih dalam tahap awal yang
berupa gambaran kasar.

Akibatnya sikap Salim yang negatif justru merugikan dirinya sendiri.
Hatinya dipenuhi rasa iri dan pikiran negatif yang ingin menjatuhkan
orang lain, iapun menjadi kurang fokus terhadap tugas-tugasnya
sendiri. Tak berapa lama Salim mulai sering mendapat teguran karena
banyak tugas yang tidak selesai pada waktunya. Ia ingin mengubah
keadaan sekelilingnya. Ia tidak mulai dengan mengubah dirinya
sendiri.

Ketika Putri mulai bekerja ia mengharapkan banyak sekali. Ia
menargetkan promosi jabatan dalam waktu dua tahun ke jajaran
supervisor. Boleh dong. Tapi ketika mulai memasuki tahun kedua, Putri
melihat bahwa prestasinya kalah dibandingkan Devi. Penjualan Devi
selalu lebih baik setiap bulan. Memang pernah dua kali Putri lebih
bagus, tapi kebanyakan Devi lah yang menang.

Putri mulai melihat ancaman. Apalagi atasannya mulai sering memuji
Devi. Apabila atasannya pergi bertugas ke luar kota, maka Devi lah
yang diserahi 'tanggung jawab' untuk mengurus segala sesuatu.

Putri mulai tidak suka terhadap Devi, tapi ia tidak dapat mengubah
penilaian atasan terhadap Devi. Untunglah, meskipun Putri tidak puas,
ia tidak mau menggunakan cara-cara yang tidak terpuji seperti
memfitnah atau menjatuhkan Devi.

Putri frustasi sendiri melihat gelagat bahwa Devi kemungkinan besar
akan diangkat menjadi supervisor, bukan dirinya sendiri. Tapi
kemudian Putri ingat bahwa ia tidak mungkin dapat mengubah pandangan
atasan terhadap Devi. Satu-satunya hal yang dapat dilakukannya adalah
merubah pandangan atasan terhadap dirinya.

Maka Putri mulai berfokus pada pekerjaannya. Ia mencari jalan untuk
meningkatkan penjualannya setiap bulan. Usahanya menunjukkan hasil
karena empat bulan kemudian ia melebihi Devi.

Setelah itu mereka sering bergantian menang setiap bulannya. Memang
dalam hal kedewasaan dan pengalaman, Devi tetap lebih unggul, tapi
hal itu tidak mengecilkan hati Putri.

Ia tidak lagi ingin mengubah orang lain. ia hanya ingin mengubah
dirinya sendiri menjadi lebih baik. Do not try to change other
people! Change yourself! Be better! Good luck!

Creative Value Through Innovation

kategori : pendidikan
oleh : oleh Jansen H Sinamo.
tahun : 2005

Berinovasi atau mati! Itulah semboyan baru yang perlu kita
kumandangkan di zaman penuh perubahan ini. Apa itu inovasi? Mengapa
tanpa inovasi sebuah eksistensi bisa mati? Saya merumuskan inovasi
sebagai proses penciptaan dan pembaruan nilai sampai dapat dikonsumsi
oleh masyarakat pelanggan. Nilai adalah kata kuncinya. Siapa pun
Anda, apa pun organisasi Anda, kita semua dituntut oleh pelanggan
atau konstituen kita untuk menyajikan seperangkat nilai yang berguna,
yang atasnya kemudian kita layak mendapat nilai tukar yang sepadan
dari mereka.

Nah, inovasilah proses yang membawa nilai pelanggan ini dari belum
ada menjadi ada. Contoh, air mineral Aqua adalah produk inovasi Tirto
Utomo kepada masyarakat Indonesia. Oleh proses yang sama pula sebuah
nilai yang sudah ada (existing value) dapat diperbarui dan
ditingkatkan menjadi lebih tinggi dan berkualitas. Misalnya,
Alexander Graham Bell menyumbangkan nilai komunikasi bagi dunia
melalui alat yang disebut telepon. Kemudian melalui sejumlah inovasi
di berbagai tempat oleh berbagai orang pada berbagai fase, kini kita
dapat memiliki telepon genggam multifungsi dan multiguna yang jauh
lebih bernilai daripada telepon asli buatan Tuan Bell dulu. Itulah
esensi inovasi.

Berhubung kehidupan adalah sebuah ajang persaingan, dalam hal ini
semua orang dan organisasi selalu bersaing untuk mendapatkan
kesetiaan masyarakat konsumennya, maka inovasi menjadi keharusan
untuk tetap eksis dalam percaturan kehidupan. Tanpa inovasi, nilai
yang kita sajikan kepada masyarakat akan ketinggalan dan usang,
sehingga kehilangan nilai tukarnya sama sekali relatif terhadap
sajian nilai dari pesaing. Tanpa inovasi, kita akan melemah pelan- pelan dan akhirnya bangkrut, tersisih, dan punah dari kehidupan
bermasyarakat. Ini benar untuk tingkat lokal, benar pula untuk
tingkat global. Ini benar untuk perusahaan, benar pula untuk jenis
organisasi lain seperti yayasan, paguyuban, bahkan negara.

Runtuhnya negara-negara dan punahnya bangsa-bangsa masa lampau
seperti Babylonia, Assria, Makedonia, Romawi, Sriwijaya, Majapahit,
Uni Soviet dan lain-lain, pada tingkat paling fundamental dapat
dipahami sebagai akibat hilangnya nilai atas eksistensi mereka.
Tepatnya organisasi bangsa itu tidak dapat lagi menyajikan nilai yang
bermanfaat bagi ekosistem dan konstituennya. Dari faktor benefit
mereka berubah menjadi faktor parasit.

Bangkrutnya perusahaan-perusahaan juga dapat dipahami sebagai akibat
tidak mampunya mereka menyajikan nilai yang menarik bagi ekosistem
dan konstituennya, relatif terhadap pesaing-pesaing baru yang dibawa
oleh arus perubahan. Bahkan punahnya mahluk hidup seperti mammoth dan
dinosaurus juga dapat dimengerti karena mereka tak mampu lagi
memberikan nilai positif bagi lingkungan hidup mereka.

Demikian juga pada tingkat individual, seseorang akan lengser dari
kedudukan dan status sosialnya, manakala yang bersangkutan tidak
mampu lagi menyajikan seperangkat nilai posisitif bagi konstituennya.
Maka inilah nasihat sejati: Selalulah menjadi faktor berkat dan
jangan pernah menjadi faktor mudarat.

Sesungguhnya keadaan di atas adalah hukum besi kehidupan yang dikenal
sebagai prinsip evolusi. Intinya, makhluk hidup termasuk organisasi
semua makhluk, wajib menyumbangkan nilai positif bagi ekosistem
kehidupan ini, sehingga sinergi bersama dapat tercipta secara
organik, dimana kelangsungan hidup bersama dapat dijamin pula.
Sebaliknya, tatkala seseorang atau sebuah organisasi - sebesar dan
sekuat apa pun - tak mampu lagi menyajikan sebuah nilai positif bagi
kehidupan bersama, maka ia kehilangan hak alamiahnya untuk eksis.
Ekosistemnya, konstituennya, pelanggannya, stakeholdernya akan
menyisihkan dan meninggalkan dia.

Jadi hanya ada satu pilihan: berinovasi dan bertransformasi menjadi
wujud baru dengan sajian nilai baru bagi kehidupan ini. Pilihan lain:
mati dan punah dari gelangggang kehidupan.

Creating Value Through Innovation dengan demikian menjadi salah satu
kompetensi terpenting yang harus dikuasai secara baik oleh individu
maupun organisasi. Dan kompetensi ini kian hari kian penting saja.
Lihatlah para investor yang melakukan capital outflow setahun
belakangan ini karena mereka merasa tidak mendapat nilai yang sepadan
dari Ibu Pertiwi yang sedang linglung. Lihatlah ribuan perusahaan di
nusantara tercinta, mati bergelimpangan dengan jutaan korban karena
mereka tak mampu berinovasi cukup cepat dan gesit.

Dari sudut pandang ini, sebetulnya perubahan dan krisis merupakan hal
yang ditunggu-tunggu oleh para inovator. Sebab cara terbaik untuk
maju ke depan, menyalip mereka yang sudah keenakan di depan sampai
lupa diri, adalah dengan membiarkan gelombang perubahan itu menyapu
mereka habis, lalu menggunakan kayuh inovasi kita mengungkit pucuk
biduk kita sehingga sendirinya terangkat oleh lidah gelombang yang
sama. Cantik bukan?

Jadi, bagi inovator yang waspada, krisis adalah kesempatan. Namun,
bagi si kuat yang berpuas diri lagi arogan, krisis adalah kebinasaan.
Berbeda dari segi hikmat Ilahi, krisis adalah transaksi keadilan. Ya,
sesungguhnya Dia adil dalam semua jalan-Nya. Kiranya kita yang
bertelinga segera maklum, dan yang punya tangan segera bertindak!

Tidak Ada Jalan Yang Rata Untuk Sukses

kategori : pendidikan
oleh : Andrie Wongso
tahun : 2006


Di pagi hari buta, terlihat seorang pemuda dengan bungkusan kain
berisi bekal di punggungnya tengah berjalan dengan tujuan mendaki ke
puncak gunung yang terkenal.

Konon kabarnya, di puncak gunung itu terdapat pemandangan indah
layaknya berada di surga. Sesampai di lereng gunung, terlihat sebuah
rumah kecil yang dihuni oleh seorang kakek tua.


Setelah menyapa pemilik rumah, pemuda mengutarakan maksudnya "Kek,
saya ingin mendaki gunung ini. Tolong kek, tunjukkan jalan yang
paling mudah untuk mencapai ke puncak gunung".

Si kakek dengan enggan mengangkat tangan dan menunjukkan tiga jari
ke hadapan pemuda.

"Ada 3 jalan menuju puncak, kamu bisa memilih sebelah kiri, tengah
atau sebelah kanan?"

"Kalau saya memilih sebelah kiri?"

"Sebelah kiri melewati banyak bebatuan." Setelah berpamitan dan
mengucap terima kasih, si pemuda bergegas melanjutkan perjalanannya.
Beberapa jam kemudian dengan peluh bercucuran, si pemuda terlihat
kembali di depan pintu rumah si kakek.

"Kek, saya tidak sanggup melewati terjalnya batu-batuan. Jalan
sebelah mana lagi yang harus aku lewati kek?"

Si kakek dengan tersenyum mengangkat lagi 3 jari tangannya
menjawab, "Pilihlah sendiri, kiri, tengah atau sebelah kanan?"

"Jika aku memilih jalan sebelah kanan?"

"Sebelah kanan banyak semak berduri." Setelah beristirahat sejenak,
si pemuda berangkat kembali mendaki. Selang beberapa jam kemudian,
dia kembali lagi ke rumah si kakek.

Dengan kelelahan si pemuda berkata, "Kek, aku sungguh-sungguh ingin
mencapai puncak gunung. Jalan sebelah kanan dan kiri telah aku
tempuh, rasanya aku tetap berputar-putar di tempat yang sama
sehingga aku tidak berhasil mendaki ke tempat yang lebih tinggi dan
harus kembali kemari tanpa hasil yang kuinginkan, tolong kek
tunjukkan jalan lain yang rata dan lebih mudah agar aku berhasil
mendaki hingga ke puncak gunung."

Si kakek serius mendengarkan keluhan si pemuda, sambil menatap tajam
dia berkata tegas "Anak muda! Jika kamu ingin sampai ke puncak
gunung, tidak ada jalan yang rata dan mudah! Rintangan berupa
bebatuan dan semak berduri, harus kamu lewati, bahkan kadang jalan
buntu pun harus kamu hadapi. Selama keinginanmu untuk mencapai
puncak itu tetap tidak goyah, hadapi semua rintangan! Hadapi semua
tantangan yang ada! Jalani langkahmu setapak demi setapak, kamu
pasti akan berhasil mencapai puncak gunung itu seperti yang kamu
inginkan! dan nikmatilah pemandangan yang luar biasa !!! Apakah kamu
mengerti?"

Dengan takjub si pemuda mendengar semua ucapan kakek, sambil
tersenyum gembira dia menjawab "Saya mengerti kek, saya mengerti!
Terima kasih kek! Saya siap menghadapi selangkah demi selangkah
setiap rintangan dan tantangan yang ada! Tekad saya makin mantap
untuk mendaki lagi sampai mencapai puncak gunung ini.

Dengan senyum puas si kakek berkata, "Anak muda, Aku percaya kamu
pasti bisa mencapai puncak gunung itu! Selamat berjuang!!!

Tidak ada jalan yang rata untuk sukses!

Sama seperti analogi Proses pencapaian mendaki gunung tadi. Untuk
meraih sukses seperti yang kita inginkan, Tidak ada jalan rata!
tidak ada jalan pintas! Sewaktu-waktu, rintangan, kesulitan dan
kegagalan selalu datang menghadang. Kalau mental kita lemah, takut
tantangan , tidak yakin pada diri sendiri, maka apa yang kita
inginkan pasti akan kandas ditengah jalan.

Hanya dengan mental dan tekad yang kuat, mempunyai komitmen untuk
tetap berjuang, barulah kita bisa menapak di puncak kesuksesan.

Salam sukses luar biasa!

Belajar dari Kegagalan

kategori : pendidikan
oleh : Andrew Ho
tahun : 2007


"A great civilization is not conquered from without until it has
destroyed itself from within. - Sebuah bangsa yang agung tidak dapat
terkalahkan kecuali diakibatkan budaya-budaya di dalam masyarakat
itu sendiri."
~ Will Durant

Budaya adalah sesuatu yang mempengaruhi pola kehidupan sekaligus
dipengaruhi dinamika masyarakatnya. Sehingga perubahan budaya itu
sendiri bersifat statis atau tak dapat kita elakkan. Salah satu
contohnya adalah budaya Republik Rakyat Tiongkok yang sudah ikut
mewarnai kehidupan dan budaya bangsa Indonesia.

Hal itu dikemukakan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, pada
acara Malam Peringatan 50 Tahun Kerjasama Kebudayaan RI dan RRT.
Kebetulan saya menjadi salah seorang tamu undangan pada acara yang
diselenggarakan pada tanggal 28 Februari 2007 lalu. Dalam kesempatan
tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa selama
ini telah terjalin komunikasi lintas etnis antara bangsa Indonesia
dan Tionghoa dan sudah mempengaruhi budaya bangsa Indonesia.

Dalam acara pertunjukan budaya yang dimeriahkan oleh artis-artis RRT
dan Indonesia serta dihadiri sejumlah pejabat negara dan sekitar
5.000 orang itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan tegas
menyatakan bahwa masyarakat Indonesia sudah terbuka dan mampu
menyesuaikan diri lewat komunikasi budaya. Pemerintah RI pun
mendukung perubahan tersebut, salah satunya adalah menetapkan Hari
Raya Imlek sebagai hari libur nasional.

Berbicara tentang ragam budaya yang dinamis dan saling mempengaruhi,
sesungguhnya yang terpenting bagi kita adalah mengambil nilai
positif dari pengaruh budaya yang ada, terutama di tengah gencarnya
pengaruh gaya hidup modern di era globalisasi ini. Sebagaimana
seorang ahli sejarah, yaitu Will Durant, menyebutkan bahwa sebuah
bangsa yang agung sekalipun dapat hancur akibat budaya bangsa itu
sendiri. Sehingga kita harus pandai menyeleksi apakah budaya yang
masuk itu menjadikan kita lebih maju ataukah tidak.

Salah satu faktor yang harus kita perhatikan apakah nilai-nilai
budaya tersebut membuat kita mampu bersikap saling menghargai?
Karena budaya sikap yang membeda-bedakan berdasarkan status,
jabatan, pendidikan dan lain sebagainya menjadikan kita sulit
mencapai kemajuan. "The way you give your name to others is a
measure of how much you like and respect yourself. - Cara Anda
menghargai orang lain merupakan tolok ukur seberapa besar cinta dan
penghargaan Anda terhadap diri sendiri," kata Brian Tracy. Sikap
saling menghargai memungkinkan kita dapat mengesampingkan perbedaan
dan sama-sama aktif mengembangkan diri, berkreasi, berinovasi dan
mencapai kemandirian.

Selain itu kita dapat melihat kemajuan pesat yang dicapai bangsa
Jepang dalam waktu relatif singkat. Salah satu faktor yang
menstimulasi kemajuan tersebut adalah kerja keras bangsa Jepang
sendiri. Sedangkan mekanisme di negara tersebut bersifat mendukung
dan menghargai kerja keras seseorang. Kita pun kemungkinan besar
dapat mencapai kemajuan dalam kurun waktu yang cukup cepat jika kita
berusaha menyerap dan menerapkan budaya sikap aktif dan kerja keras
seperti yang dilakukan oleh bangsa Jepang.

Salah satu budaya positif lain yang mesti kita miliki adalah
kesederhanaan, meskipun mungkin kita dapat hidup serba mewah dan
modern. Hidup sederhana bukan berarti tidak memanfaatkan segala
fasilitas yang memungkinkan kita lebih maju dalam waktu cukup cepat,
melainkan hidup hemat, tidak boros atau berlebih-lebihan. Kata Henry
David Thoreau, "A man is rich in proportion to the things he can
afford to let alone. - Seseorang yang mampu hidup sederhana, maka ia
tidak akan pernah merasa kekurangan."

Selain itu kita juga harus memperhatikan apakah budaya yang akan
kita ikuti bermanfaat bagi kehidupan dan kemanusiaan? Budaya positif
haruslah menumbuhkan empati dalam kehidupan kita sehari-hari. Karena
dunia ini penuh dengan orang-orang yang malang. Bagi diri kita
sendiri membudayakan sikap yang penuh empati merupakan sumber
semangat untuk terus berupaya menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Budaya positif lainnya yang mesti kita serap dan terapkan dalam
kehidupan sehari-hari adalah budaya untuk menjadi subjek bukan
sekedar menjadi objek. Artinya, kita harus terbiasa bersikap aktif
dan kreatif menciptakan karya baru yang bernilai jual tinggi. Budaya
tersebut tentu saja memerlukan kesadaran untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia, misalnya; senantiasa meningkatkan ilmu
pengetahuan dan keterampilan melalui kursus, seminar, belajar dari
buku dan orang-orang yang sudah berpengalaman dan lain sebagainya.

Sebenarnya masih sangat banyak budaya positif yang sangat bermanfaat
untuk membangun kehidupan kita agar menjadi bangsa yang lebih
sukses, kuat dan bermartabat. Terlebih di tengah derasnya
modernisasi informasi dan serba cepat, kita dapat dengan mudah
mengakses budaya-budaya positif dari berbagai macam etnis, suku,
atau bangsa lain di seluruh bagian dunia ini. Meskipun mungkin agak
sulit memulai, tetapi selama ada kemauan dan kita terus mencoba maka
budaya-budaya positif itu lambat laun akan benar-benar menjadi warna
kehidupan kita sehari-hari. Michael Jordan mengatakan, "I can accept
failure. But I can't accept not trying. - Saya dapat menerima
kegagalan. Tetapi saya tidak dapat menerima jika tidak mencobanya."

Bahagia, ada pada Jiwa yang Bisa Bersyukur

kategori : pendidikan
oleh : Lianny Hendranata
tahun : 2005


Pernah membayangkan, bagaimana seseorang menulis buku, bukan dengan
tangan atau anggota tubuh lainnya, tetapi dengan kedipan kelopak
mata kirinya? Jika Anda mengatakan itu hal yang mustahil untuk
dilakukan, tentu saja Anda belum mengenal orang yang bernama Jean- Dominique Bauby. Dia pemimpin redaksi majalah Elle, majalah
kebanggaan Prancis yang digandrungi wanita seluruh dunia.

Betapa mengagumkan tekad dan semangat hidup maupun kemauannya untuk
tetap menulis dan membagikan kisah hidupnya yang begitu luar biasa.
Ia meninggal tiga hari setelah bukunya diterbitkan. Setelah tahu apa
yang dialami si Jean dalam menempuh hidup ini, pasti Anda akan
berpikir, "Berapa pun problem dan stres dan beban hidup kita semua,
hampir tidak ada artinya dibandingkan dengan si Jean!"

Tahun 1995, ia terkena stroke yang menyebabkan seluruh tubuhnya
lumpuh. Ia mengalami apa yang disebut locked-in syndrome, kelumpuhan
total yang disebutnya "Seperti pikiran di dalam botol". Memang ia
masih dapat berpikir jernih tetapi sama sekali tidak bisa berbicara
maupun bergerak. Satu-satunya otot yang masih dapat diperintahnya
adalah kelopak mata kirinya. Jadi itulah cara dia berkomunikasi
dengan para perawat, dokter rumah sakit, keluarga dan temannya.

Begini cara Jean menulis buku. Mereka (keluarga, perawat, teman-
temannya) menunjukkan huruf demi huruf dan si Jean akan berkedip
apabila huruf yang ditunjukkan adalah yang dipilihnya. "Bukan main,"
kata Anda.

Ya, itu juga reaksi semua yang membaca kisahnya. Buat kita, kegiatan
menulis mungkin sepele dan menjadi hal yang biasa. Namun, kalau kita
disuruh "menulis" dengan cara si Jean, barang kali kita harus
menangis dulu berhari-hari dan bukan buku yang jadi, tapi mungkin
meminta ampun untuk tidak disuruh melakukan apa yang dilakukan Jean
dalam pembuatan bukunya.

Tahun 1996 ia meninggal dalam usia 45 tahun setelah menyelesaikan
memoarnya yang ditulisnya secara sangat istimewa. Judulnya, "Le
Scaphandre" et le Papillon (The Bubble and the Butterfly).

Jean adalah contoh orang yang tidak menyerah pada nasib yang
digariskan untuknya. Dia tetap hidup dalam kelumpuhan dan tetap
berpikir jernih untuk bisa menjadi seseorang yang berguna, walaupun
untuk menelan ludah pun, dia tidak mampu, karena seluruh otot dan
saraf di tubuhnya lumpuh. Tetapi yang patut kita teladani adalah
bagaimana dia menyikapi situasi hidup yang dialaminya dengan baik
dan tetap menjadi seorang manusia (bahasa Sansekerta yang berarti
pikiran yang terkendali), bahkan bersedia berperan langsung dalam
film yang mengisahkan dirinya.

Jean, tetap hidup dengan bahagia dan optimistis, dengan kondisinya
yang seperti sosok mayat bernapas. Sedangkan kita yang hidup tanpa
punya problem seberat Jean, sering menjadi manusia yang selalu
mengeluh..! Coba ingat-ingat apa yang kita lakukan. Ketika mendapat
cuaca hujan, biasanya menggerutu. Sebaliknya, mendapat cuaca panas
juga menggerutu. Punya anak banyak mengeluh, tidak punya anak juga
mengeluh. Carl Jung, pernah menulis demikian: "Bagian yang paling
menakutkan dan sekaligus menyulitkan adalah menerima diri sendiri
secara utuh, dan hal yang paling sulit dibuka adalah pikiran yang
tertutup!"

Maka, betapapun kacaunya keadaan kita saat ini, bagi yang sedang
stres berat, yang sedang berkelahi baik dengan diri sendiri maupun
melawan orang lain, atau anggota keluarga yang sedang tidak bahagia
karena kebutuhan hidupnya tidak terpenuhi, yang baru mendapat
musibah kecelakaan atau bencana, bagi yang sedang di-PHK, ingatlah
kita masih bisa menelan ludah, masih bisa makan dan menggerakkan
anggota tubuh lainnya. Maka bersyukurlah, dan berbahagialah...!
Jangan menjadi pengeluh, penggerutu, penuntut abadi, tapi
bijaksanalah untuk bisa selalu think and thank (berpikir, kemudian
berterima kasih/ bersyukurl).

Dalam artikel yang berjudul Kegagalan & Kesuksesan Hasil Konsekuensi
Pikiran ( SPM 26 Februari 2005) dituliskan, seseorang yang sadar
sepenuhnya, dia datang ke dunia ini hanya dibekali sebuah nyawa
(jiwa). Nah, nyawa itu harus dirawat dengan menjalani kehidupan
secara bertanggung jawab. Dengan nyawa ini pulalah, seseorang harus
hidup bahagia, di manapun dia berada, dan dalam kondisi apapun, dia
harus bisa bahagia. Kunci kebahagiaan adalah bersyukur! Mensyukuri
apa yang kita dapat itu penting, termasuk sebuah nyawa agar kita
bisa hidup di alam ini. Dan kebahagiaan bisa dibuat, dengan tidak
meminta (menuntut) apapun pada orang lain, tetapi memberikan apa
yang bisa diberikan kepada orang lain agar mereka bahagia. Jadilah
seseorang yang merasa ada gunanya untuk kehidupan ini.

Untuk itu, Anda bisa mendengarkan intuisi sendiri sehingga bertindak
sesuai nurani dan menghasilkan apa yang Anda inginkan dalam hidup.
Hadapi hidup dengan tabah karena orang-orang beruntung bukan tidak
pernah gagal. Bukan tidak pernah ditolak, juga bukan tidak pernah
kecewa. Justru banyak orang yang sukses itu sebetulnya orang yang
telah banyak mengalami kegagalan.

Berpikirlah positif, Anda akan menjadi orang yang beruntung. Banyak
cerita tentang keberuntungan berasal dari kejadian-kejadian yang
tidak menguntungkan. Misalnya, kehilangan pekerjaan memunculkan ide
besar untuk mulai bisnis sendiri dan menjadi majikan. Ditolak pun
bisa mendatangkan kesuksesan. Tetapi, untuk mendapatkan
keberuntungan diperlukan usaha. Dan mulailah sekarang juga untuk
berusaha!

Penolakan adalah Kebangkitan

kategori : pendidikan
oleh : suwidi
tahun : 2005


Acapkali kita merasa terpukul disaat keinginan ditolak atau tidak ditanggapi samasekali, padahal kejadian tersebut dapat menghasilkan hikmah bagi orang yang memandang semua itu terdapat jalan keluarnya. Ah.itu teori, mungkin anda berpikir demikian. secuil pengalaman pernah saya alami disaat menempuh SMU di Bandung. Awalnya saya telah bersekolah disalah satu STM Negeri dikota Bandung, dan tidak mengecewakan disaat itu saya mendapat beasiswa Supersemar. Namun ada kendala sewaktu menempuh pendidikan di STM sehabis kerja praktek di bengkel las, mata saya selalu bengkak/ memerah disebabkan oleh sinar yang cukup tajam. Atas saran dari keluarga saya akhirnya pindah atau mengulang kembali dari kelas satu disalah satu SMU (Y) Negeri yang cukup terkenal di Bandung. Disinilah hikmah yang saya dapatkan. Sebetulnya saya ingin bergabung dengan SMU (X) yang mempunyai peringkat diatas SMU yang saat ini saya masukin. Pada intinya saya sudah memenuhi persyaratan NEM yang diterapkan oleh SMU (X
) namun karena birokrasi SMU (X) yang mensyaratkan surat kepindahan dari Kanwil Depdikbud yang cukup berbelit - belit maka saya putuskan untuk bergabung di SMU ( Y ). Yang batas minimal NEMnya masih dibawah SMU X.

Penolakan dengan alasan belum lengkapnya persyaratan tidak mengecilkan hati saya, malah dalam hati kecil akan saya buktikan bahwa saya akan lebih baik di SMU Y. Di SMU Y semenjak kelas satu saya sudah merintis berdirinya Pramuka dan PMR dan hampir semua kegiatan ektrakurikuler menjadi bagian keseharian saya. Saya bukan hanya sebagai partisan belakan namun juga diamanatkan menjadi ketua. Bahkan ketua OSIS pun pernah saya lakoni.

Sebenarnya motivasi utama saya melakukan tersebut tidak lain disebabkan oleh suara - suara miring dari beberapa kerabat yang mengatakan saya tidak akan bisa berkompetisi dilingkungan perkotaan. Maklum saya sebenarnya berasal dari salah satu pulau yang berada di luar Jawa. Ditambah dengan penolakan halus dari SMU X manambah keyakinan dalam diri saya bahwa saya bisa menjadi yang terbaik dimana saya berada. Tepatnya menjelang kelas 3 SMU pada tahun 1993, dengan beberapa kesibukan aktivitas saya menyempatkan diri mengikuti perlombaan karya tulis remaja tingkat nasional dalam rangka hari kebangkitan nasional. Dengan pengalaman menulis otodidak saya mencoba mengirim karya saya ke Jakarta, dan tanpa diduga saya menjadi nominasi final di Jakarta.

Surat pemberitahuan tersebut datang kesekolah, dan saya dipanggil ke Jakarta guna melakukan presentasi akan karya tulis tersebut. Meskipun saat itu saya sangat sibuk disebabkan oleh jabatan ketua panitia perpisahan kelas 3, maka saya sempatkan diri menuju Jakarta untuk bergabung dengan finalis lainnya dari seluruh Indonesia.

Saat di Jakarta 5 orang finalis berkumpul, 2 orang dari Jawa tengah, 1 dari pulau Kalimantan, 1 dari pulau Sumatera dan saya mewakili Jawa Barat. Selama di Jakarta hanya saya sendiri yang tidak didampingi guru pendamping, pada saat itu saya hanya datang sendiri ke Jakarta dengan ongkos ala kadarnya.

Presentasi untuk mempertahankan karya tulis dihadapan para juri cukup seru, Juri tersebut diantaranya DR. Anhar Gonggong dan beberapa pejabat dari Depdikbud pusat.

Hasilnya.......Saya dinobatkan sebagai Juara pertama tingkat nasional mengalahkan empat finalis lainnya.

Terus terang yang terpikir saat itu bagi saya bukan gelar juara tapi saya sudah berhasil membuktikan ucapan terdahulu bahwa saya bisa menjadi yang terbaik. Ditambah dengan motivasi saya untuk bisa mendapatkan uang guna membiyai sekolah dan hidup menjadikan diri saya harus bisa menang dalam pertarungan hidup.

Beberapa bulan kemudian, saya mengikuti perlombaan karya tulis yang dilaksanakan oleh LP3I Jakarta, hasilnya adalah juara 2 tingkat nasional.

Sampai saat ini kegemaran menulis tetap saya lakoni, meskipun kesibukan yang menyita waktu saban harinya di sebuah perusahaan nasional tidak menjadikan saya lupa akan kegemaran tersebut. Suatu hal yang tidak seirama dengan gebrakan awal, saya menulis lebih cendrung untuk mendapatkan materi, namun saat ini saya menulis dengan keinginan ada perubahan perilaku, kebijakan terhadap objek yang saya tulis. Memang saya lebih banyak menulis dalam koridor advokasi yang cendrung membuat pembuat kebijakan cukup terusik dengan tulisan tersebut.

Waktu memang tak bisa diraba ..sekian tahun telah berlalu dan pendidikan S2 sudah dirampungkan, sekian tahun yang lalu. Dan kini aku bebas menapak kehidupan dengan bisikan nurani......

Renungan dari Cerita ini :

1.. Jangan anggap penolakan sebagai harga mati untuk tidak bisa berkarya
2.. Suara - suara miring jangan dianggap sebagai beban, namun tantanglah suara tersebut dengan hasil yang lebih baik.
3.. Kehidupan akan nikmat jika kita merasakan gado -gado kehidupan yang pada akhirnya dengan bijak dapat kita putuskan sebuah jalan rintisan.

Sepuluh Tip Sukses Right Here, Right Now

kategori : pendidikan
oleh : suwidi
tahun : 2005

Sepuluh tahun yang lalu, kalau saya ditanya apakah tip sukses saya,
mungkin saya tidak bisa menjawab. Sekarang, sukses bagi saya
bukanlah ketika buku saya menjadi best-seller atau ketika menerima
pujian untuk artikel ilmiah yang diterbitkan di jurnal terkemuka di
Inggris Raya. Sukses bukan pula ketika saya dan suami berhasil juga
membeli rumah di San Francisco Bay Area dengan keringat sendiri
setelah hampir sepuluh tahun merantau di Negeri Paman Sam.

Sukses bagi saya adalah mindset. Sukses adalah saya; saya adalah
sukses. Sukses bukan tujuan, bukan pula perjalanan. Success is about
being dan becoming.

Berani dan overconfident kedengarannya? Mungkin, yang jelas ribuan
bahkan jutaan manusia "sukses" di dunia alias manusia bermental
juara mempunyai mindset seperti ini.

Apakah Anda perlu menjadi juara tenis tingkat Wimbledon atau juara
golf profesional di PGA Pebble Beach untuk disebut "sukses"? Apakah
Anda perlu mengendarai Corvette dan Lexus SUV hybrid? Jelas tidak.
Seorang bermental juara alias bermindset "orang sukses" bisa jadi
hanyalah seorang salesman saja.

Ambillah contoh Bill Porter, seorang salesman door-to-door dari
Portland, Oregon yang terlahir dengan cerebral palsy. Ia berjalan
kaki setidaknya 10 mil perhari selama 40 tahun dengan tertatih-tatih
setiap hari tanpa mengeluh. Hebatnya, karena tubuhnya bagian kiri
tidak bekerja sebagaimana orang normal, ia sebenarnya sangat sulit
untuk berjalan tegak dan berbicara dengan jelas. (Baca
www.billporter.com, filem Door to Door dan buku berjudul Ten Things
I Learned from Bill Porter oleh Shelly Brady.) Dengan penghasilan
pas-pasan dari seorang salesman rumah ke rumah, jelas di mata orang
awam ia tidaklah termasuk kategori "sukses secara finansial."

Namun, bagi saya, Bill Porter adalah salah satu orang paling sukses
di dunia yang amat sangat saya kagumi. Salah satu cita-cita saya
adalah bertemu muka dengan beliau suatu hari.

Nah, lantas apa resep 10 tip sukses concoction ala Jennie?

Satu, bersyukurlah atas hari ini. "Just to be alive is a grand
thing," kata Agatha Christie, salah satu novelis detektif terkemuka.
Jauhkanlah perasaan depresi dan sedih tanpa juntrungan. Jalani
setiap hari dengan hati penuh syukur. Ingatlah akan Bill Porter.
Kalau dia bisa jadi seorang salesman berhasil, apapun yang Anda
inginkan sebenarnya pasti bisa tercapai.

Dua, belajarlah seakan-akan Anda akan hidup selamanya, hiduplah
seakan-akan Anda akan mati besok. Mohandas Gandhi pernah berkata
demikian, "Live as if you were to die tomorrow, learn as if you were
to live forever." Belajar terus, upgrade diri terus dengan berbagai
cara baik yang memerlukan effort maupun effortlessly.

Tiga, setiap ketrampilan pasti ada penggunanya. Ini saya dapat dari
salah satu sahabat saya seorang wanita blonda dari San Diego.
Sahabat saya Crystal ini pernah membesarkah hati saya, "There are
all kinds of writers, there are all kinds of readers." Ketika saya
down karena merasa incompetent bertarung dengan penulis-penulis
lokal di sini, Crystal mengingatkan bahwa setiap jenis penulis pasti
ada pembacanya (niche). Find your niche, so you find your place in
the world.

Empat, bukalah jalan sendiri, orisinil. Ralph Waldo Emerson once
said, "Do not go where the path may lead, go instead where there is
no path and leave a trail." Jangan latah mengikuti orang lain,
dengar kata hati dan ikutilah jalan yang belum kelihatan.

Lima, belajar mencintai apa yang Anda punyai, bukan berangan-angan
akan apa yang Anda tidak miliki. Use whatever you have at hand,
impian hanya akan menjadi nyata kalau Anda menggunakan instrumen
yang kasat mata saat ini juga.

Enam, lihat apa yang kelihatan dan lihat apa yang belum kelihatan.
Gunakan visi dan misi untuk mengenal apa yang Anda tuju. Seringkali,
apa yang belum kelihatan adalah blue print untuk sukses Anda. Begitu
kelihatan, ia akan menjadi semacam de ja vu.

Tujuh, telan kepahitan hidup dan bersiap-siaplah dalam menyongsong
hari baru. Setiap hari adalah hari baru. Bangunlah tiap pagi dengan
hati yang curious akan apa yang akan Anda alami hari itu. Be
excited, be courageous to start the day.

Delapan, semakin banyak Anda memberi, semakin banyak Anda akan
menerima. The more you give, the more you get in return. Dalam
marketing, ini mungkin disebut sebagai taktik public relations atau
publicity. Namun, dalam kehidupan sehari-hari, ini juga berlaku
tanpa diselipi dengan iming-iming tertentu. Saya sendiri sudah
membuktikannya. Semakin banyak kita memberi (dalam arti luas, tidak
terbatas uang dan materi), semakin besar penghargaan dan berkat yang
kita terima.

Sembilan, jadilah mentor diri sendiri. What would Oprah do? Itu yang
saya pakai sebagai ukuran. Saya tidak memilih Nabi atau pembesar
negara, namun seorang wanita berkulit berwarna yang telah
membalikkan nasibnya sendiri menjadi salah satu orang berpengaruh di
dunia.

Sepuluh, saya eksis dengan maupun tanpa tubuh saya. Setidak-tidaknya
sekali sehari, saya mengingatkan diri sendiri bahwa hidup ini
bukanlah untuk selamanya. Maka berbuatlah terbaik pada saat ini
juga. Jangan tunggu-tunggu lagi. "Just do it," kata Cher di Farewell
Concertnya beberapa tahun yang lampau. I do my best every chance I
have. Berbuatlah terbaik di setiap kesempatan, karena itu mungkin
yang terakhir.

Ingatlah sukses bukanlah tujuan, bukan pula perjalanan. Sukses
adalah mindset. Bukan hanya cogito er go sum (saya berpikir maka
saya ada), namun sum ego prosperitas (sukses adalah saya).

Sumber: Sepuluh Tip Sukses Right Here, Right Now by Jennie S. Bev.
Jennie S. Bev is a prolific author and co-author of 17 books and
over 850 articles published in the United States, Canada, UK,
France, Germany, Singapore and Indonesia. She is based in scenic
Northern California where she resides with her husband.