Sindroma Down adalah suatu kondisi di mana materi genetik tambahan menyebabkan keterlambatan perkembangan anak, dan kadang mengacu pada retardasi mental. Orang dengan Sindroma Down memiliki kelainan pada kromosom nomor 21 yang tidak terdiri dari 2 kromosom sebagaimana mestinya, melainkan tiga kromosom (trisomi 21) sehingga informasi genetika menjadi terganggu dan anak juga mengalami penyimpangan fisik, seperti kepala belakang pipih dan kanal dalam telinga sempit.
Sindroma ini diberi nama berdasarkan nama penemunya, yaitu John Langdon Down dari Inggris pada tahun 1866. Walaupun Sindroma Down tidak dapat dicegah, sindroma ini dapat dideteksi sebelum anak lahir.
Pengaruhnya terhadap Anak-anak
Anak dengan Sindroma Down akan memiliki gejala-gejala sebagai berikut:
1. Tegangan ototnya lemah, khususnya pada saat lahir
2. Bentuk tulang tengkorak asimetris
3. Bagian belakang kepala datar
4. Terdapat lesi pada iris mata yang disebut bintik Brushfield
5. Kepala lebih kecil daripada normal (mikrosefalus) dan bentuknya abnormal
6. Rambut tipis, merah, dan rontok
7. Hidung datar, lidah menonjol, dan mata sipit ke atas
8. Pada sudut mata sebelah dalam terdapat lipatan kulit yang berbentuk bundar (disebut lipatan epikantus), mata juling
9. Mengalami gangguan bicara karena gangguan konstruksi rahang dan mulut, lidah panjang
10. Tangan pendek dan lebar dengan jari-jari tangan yang pendek dan seringkali hanya memiliki 1 garis tangan pada telapak tangannya
11. Jari kelingking hanya terdiri dari 2 buku dan melengkung ke dalam
12. Gangguan pendengaran, telinga kecil dan terletak lebih rendah, kadang terdapat infeksi telinga
13. Di antara jari kaki pertama dan kedua terdapat celah yang cukup lebar
14. Mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan
15. Keterbelakangan mental (tingkat kecerdasan di bawah normal)
16. Kadang diikuti dengan menderita kelainan bawaan, seperti gangguan jantung, leukemia, Alzheimer, atresia esofagus (penyumbatan kerongkongan), dan atresia duodenum (penyumbatan usus 12 jari).
17. Kadang juga menderita beberapa gangguan kesehatan lain, seperti gangguan tiroid, gangguan saluran pencernaan, kejang, obesitas, dan kerentanan terhadap infeksi.
DIAGNOSA
Deteksi terhadap kejadian Sindroma Down dapat dibagi menjadi dua, yaitu screening test dan diagnostic test. Screening test digunakan untuk mengukur resiko kemungkinan janin menderita Sindroma Down; diagnostic test digunakan untuk memastikan bahwa janin tersebut benar-benar menderita Sindroma Down atau tidak.
Screening test adalah metode non-invasif dan tidak menimbulkan rasa sakit. Beberapa tes yang dapat digunakan adalah:
1. Nuchal translucency testing. Tes ini dapat dilakukan pada kehamilan 11-14 minggu, menggunakan ultrasonografi (USG).
2. The triple screen (multiple marker test) dengan alfa-fetoprotein. Tes ini dapat dilakukan pada kehamilan 15�20 minggu. Kadar alfa-fetoprotein yang rendah di dalam darah ibu menunjukkan resiko tinggi terjadinya Sindroma Down pada janin yang dikandungnya.
3. USG, untuk mengetahui kelainan fisik pada janin. Namun tes ini hanya akurat sekitar 60% karena sering terganggu dengan munculnya pembacaan positif-palsu dan negatif-palsu.
Sementara itu, diagnostic test menggunakan metode-metode invasif sebagai berikut:
1. Amniosentesis. Dikerjakan pada usia kehamilan 16 � 20 minggu, pada Ibu hamil akan diambil cairan amnionnya dengan menggunakan jarum yang melewati abdomen. Sel-sel pada cairan amnion tersebut dapat dianalisa untuk mencari adanya kromosom abnormal.
2. Chorionic villus sampling (CVS). Tes ini menggunakan sampel dari plasenta dan dapat dikerjakan pada kehamilan 8 � 12 minggu.
3. Percutaneous umbilical blood sampling (PUBS). Tes ini menggunakan sampel kecil dari darah pada saluran umbilikus dan dapat dikerjakan pada kehamilan lebih dari 20 minggu.
Ketiga tes tersebut dapat menimbulkan komplikasi seperti kelahiran preterm.
Diagnosis Sindroma Down lain dapat ditegakkan dengan pemeriksaan tambahan, seperti EKG, ekokardiogram, rontgen dada, rontgen saluran pencernaan, atau dengan bantuan stetoskop untuk mencari murmur (bunyi jantung tambahan).
PENATALAKSANAAN
Tidak ada pengobatan khusus untuk sindroma Down. Penderita sindroma ini harus mendapat pendidikan dan pelatihan khusus. Dari kecil, sebaiknya mereka harus mendapat stimulasi sejak dini melalui berbagai permainan, seperti melompati benda-benda yang disebut namanya, serta belajar warna dari bunga dan daun di halaman. Dengan stimulus-stimulus ini, diharapkan penderita akan dapat tumbuh dan berkembang nyaris normal. Walaupun kemampuan kognitif matematis tidak setinggi orang normal, namun dengan bekal keterampilan yang dimiliki mereka umumnya sangat antusias dan berdedikasi tinggi dalam bekerja.
Selain itu, kelainan lain yang terdapat pada penderita harus diatasi sesuai dengan permasalahannya. Misalnya, kelainan jantung tertentu harus diperbaiki melalui pembedahan, atau gangguan pendengaran dan penglihatan diatasi dengan menggunakan berbagai alat bantu, atau operasi, bila memungkinkan.
by : dunia anak luar biasa.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar