Sabtu, 08 Januari 2011

Penolakan adalah Kebangkitan

kategori : pendidikan
oleh : suwidi
tahun : 2005


Acapkali kita merasa terpukul disaat keinginan ditolak atau tidak ditanggapi samasekali, padahal kejadian tersebut dapat menghasilkan hikmah bagi orang yang memandang semua itu terdapat jalan keluarnya. Ah.itu teori, mungkin anda berpikir demikian. secuil pengalaman pernah saya alami disaat menempuh SMU di Bandung. Awalnya saya telah bersekolah disalah satu STM Negeri dikota Bandung, dan tidak mengecewakan disaat itu saya mendapat beasiswa Supersemar. Namun ada kendala sewaktu menempuh pendidikan di STM sehabis kerja praktek di bengkel las, mata saya selalu bengkak/ memerah disebabkan oleh sinar yang cukup tajam. Atas saran dari keluarga saya akhirnya pindah atau mengulang kembali dari kelas satu disalah satu SMU (Y) Negeri yang cukup terkenal di Bandung. Disinilah hikmah yang saya dapatkan. Sebetulnya saya ingin bergabung dengan SMU (X) yang mempunyai peringkat diatas SMU yang saat ini saya masukin. Pada intinya saya sudah memenuhi persyaratan NEM yang diterapkan oleh SMU (X
) namun karena birokrasi SMU (X) yang mensyaratkan surat kepindahan dari Kanwil Depdikbud yang cukup berbelit - belit maka saya putuskan untuk bergabung di SMU ( Y ). Yang batas minimal NEMnya masih dibawah SMU X.

Penolakan dengan alasan belum lengkapnya persyaratan tidak mengecilkan hati saya, malah dalam hati kecil akan saya buktikan bahwa saya akan lebih baik di SMU Y. Di SMU Y semenjak kelas satu saya sudah merintis berdirinya Pramuka dan PMR dan hampir semua kegiatan ektrakurikuler menjadi bagian keseharian saya. Saya bukan hanya sebagai partisan belakan namun juga diamanatkan menjadi ketua. Bahkan ketua OSIS pun pernah saya lakoni.

Sebenarnya motivasi utama saya melakukan tersebut tidak lain disebabkan oleh suara - suara miring dari beberapa kerabat yang mengatakan saya tidak akan bisa berkompetisi dilingkungan perkotaan. Maklum saya sebenarnya berasal dari salah satu pulau yang berada di luar Jawa. Ditambah dengan penolakan halus dari SMU X manambah keyakinan dalam diri saya bahwa saya bisa menjadi yang terbaik dimana saya berada. Tepatnya menjelang kelas 3 SMU pada tahun 1993, dengan beberapa kesibukan aktivitas saya menyempatkan diri mengikuti perlombaan karya tulis remaja tingkat nasional dalam rangka hari kebangkitan nasional. Dengan pengalaman menulis otodidak saya mencoba mengirim karya saya ke Jakarta, dan tanpa diduga saya menjadi nominasi final di Jakarta.

Surat pemberitahuan tersebut datang kesekolah, dan saya dipanggil ke Jakarta guna melakukan presentasi akan karya tulis tersebut. Meskipun saat itu saya sangat sibuk disebabkan oleh jabatan ketua panitia perpisahan kelas 3, maka saya sempatkan diri menuju Jakarta untuk bergabung dengan finalis lainnya dari seluruh Indonesia.

Saat di Jakarta 5 orang finalis berkumpul, 2 orang dari Jawa tengah, 1 dari pulau Kalimantan, 1 dari pulau Sumatera dan saya mewakili Jawa Barat. Selama di Jakarta hanya saya sendiri yang tidak didampingi guru pendamping, pada saat itu saya hanya datang sendiri ke Jakarta dengan ongkos ala kadarnya.

Presentasi untuk mempertahankan karya tulis dihadapan para juri cukup seru, Juri tersebut diantaranya DR. Anhar Gonggong dan beberapa pejabat dari Depdikbud pusat.

Hasilnya.......Saya dinobatkan sebagai Juara pertama tingkat nasional mengalahkan empat finalis lainnya.

Terus terang yang terpikir saat itu bagi saya bukan gelar juara tapi saya sudah berhasil membuktikan ucapan terdahulu bahwa saya bisa menjadi yang terbaik. Ditambah dengan motivasi saya untuk bisa mendapatkan uang guna membiyai sekolah dan hidup menjadikan diri saya harus bisa menang dalam pertarungan hidup.

Beberapa bulan kemudian, saya mengikuti perlombaan karya tulis yang dilaksanakan oleh LP3I Jakarta, hasilnya adalah juara 2 tingkat nasional.

Sampai saat ini kegemaran menulis tetap saya lakoni, meskipun kesibukan yang menyita waktu saban harinya di sebuah perusahaan nasional tidak menjadikan saya lupa akan kegemaran tersebut. Suatu hal yang tidak seirama dengan gebrakan awal, saya menulis lebih cendrung untuk mendapatkan materi, namun saat ini saya menulis dengan keinginan ada perubahan perilaku, kebijakan terhadap objek yang saya tulis. Memang saya lebih banyak menulis dalam koridor advokasi yang cendrung membuat pembuat kebijakan cukup terusik dengan tulisan tersebut.

Waktu memang tak bisa diraba ..sekian tahun telah berlalu dan pendidikan S2 sudah dirampungkan, sekian tahun yang lalu. Dan kini aku bebas menapak kehidupan dengan bisikan nurani......

Renungan dari Cerita ini :

1.. Jangan anggap penolakan sebagai harga mati untuk tidak bisa berkarya
2.. Suara - suara miring jangan dianggap sebagai beban, namun tantanglah suara tersebut dengan hasil yang lebih baik.
3.. Kehidupan akan nikmat jika kita merasakan gado -gado kehidupan yang pada akhirnya dengan bijak dapat kita putuskan sebuah jalan rintisan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar