Kamis, 20 Mei 2010

Kasus perlunya anak diberikan terpi wicara

Semenjak masih dalam kandungan Raihan memang sudah memerlukan special treatment. Ketika baru awal-awal kehamilan, istri saya bercanda dengan berujar, Raihan nanti lahirnya di ibu bidan saja ya, bukan di Hermina.

Tampak seperti protes, usia kandungan 3 bulan, istri saya mesti dirawat karena hypermesis. Berat badannya susut hingga 13 kg. Saking kempesnya perut, janin yang baru berusia tiga bulan sudah tampak menononjol. Istri saya sudah pasrah ketika mendapatkan informasi dari dokter kalau detak jantung si Janin cukup lemah.

Namun ternyata Raihan sangat kuat. Setelah dirawat hampir 10 hari, istri saya bisa pulang, tetapi hypermesis tidak pernah berhenti, hanya memang tidak terlalu parah. Dalam satu minggu bisa makan paling 2-3 kali.



Usia 8 bulan, ketuban istri saya sempat bocor dan mesti dirawat lagi, untuk menahannya supaya bayi cukup kuat dulu sebelum lahir. Seminggu lebih dirawat, dan ketika sudah membutuhkan waktu 24 jam untuk bisa keluar dari kandung. Fadhel hanya membutuhkan waktu 3 jam, untuk lahir. Masuk RS jam 11 malam, jam 2 pagi sudah lahir. Dan setelah lahirpun Raihan mesti dirawat di khusus selama seminggu. Biayanya, total semua 3 kali lipat dengan biaya kelahiran Fadhel.

Sebenarnya sejak awal, Fadhel paling dekat dengan saya. Kata pertama yang dia ucapkan bukannya ibu tetapi ayah. Tetapi ketika adiknya lahir, semuanya berubah. Segala hal harus dikerjakan bersama ibunya (sampai sekarang).

Pengalaman dengan gangguan perkembangan Fadhel membuat kami ekstra hati-hati. Sejak hamil kami sudah jaga segala hal yang memicu autisme, seperti makanan laut yang banyak tercemar oleh mercury. Imunisasi yang diberikan kepada Raihanpun selalu terbebas dari Mercury, dan tentu saja harganya bisa 5 kali lipat imunisasi biasa.

Secara kasat mata pada awalnya saya tidak terlalu khawatir dengan perkembangan Raihan. Kontak matanya sangat bagus. Kalau Fadhel ketika menyusu tidak pernah memandang mata ibunya, Raihan terus menerus menatap mata ibunya. Itu sebabnya kita setahun lebih belum bisa bicara, saya anggap hanya keterlambatan biasa.

Usia 18 bulan, kami sempat konsultasikan dengan dokter. Dari hasil pemeriksaan semuanya normal. Kami diminta menunggu hingga usia dua tahun. Kalau belum ngomong juga nanti baru perlu terapi.

Pada usia 18 bulan sebenarnya memang sudah keluar beberapa kata seperti Yayah untk memanggil saya, Atau Bu ketika mencari ibunya. Emu untuk minum. Mau, naik dan beberapa kata sederhana lainnya. Tetapi makin hari, bukannya makin bertambah kata-katanya malahan makin malas ngomong.

Usia dua tahun kami bawa lagi ke dokter. Disarankan untuk pergi ke THT komunitas terlebih dahulu untuk memastikan apakah ada gangguan pendengaran atau tidak.
Di THT komunitas Raihan sempat disangka tuli. Pada waktu itu dilakukan test audio. Raihan duduk di tengah-tengah speaker dan diberi mainan. Lalu diberi suara dengan tingkat decible yang makin kuat. Raihan selalu asyik dengan mainannya. Dia baru bereaksi ketika suara sudah pada level 80 Decible. Luar biasa.

Tetapi ketika di verifikasi dengan test bera, ternyata pendengarannya normal saja. Kesimpulan sementara SUPER CUEK.

Menurut dokter Luh, dokter rehab medik Raihan dan Fadhel, Raihan hanya mengalami keterlambatan. Kemungkinan besar adalah ketika masa kehamilan terjadi hypermesis, banyak nutrisi yang dibutuhkan menjadi kurang asupan. Raihan mesti terapi wicara.

Dibanding Fadhel, Raihan memang jauh lebih super aktif. Tubuhnya selalu bergerak. Tetapi menurut dokter Raihan juga tidak hyperaktif. Dia masih bisa konsentrasi untuk suatu hal yang dia sukai, terutama menggambar. Diluar aktifitas menggambar Raihan bergerak terus seperti cacing. Saya teringat usia 3 bulan, karena kelincahan tanggannya sempat menyobek kornea mata saya. Lengan dan pipi ibunya habis dikruesin oleh jari Raihan yang tidak bisa diam.
Kalau mau tidur, tidak ada satu sudut tempat tidur yang dia lewati. Berguling kesana kemari. Yang sangat melelahkan adalah kalau naik bus umum. Pengalaman perjalanan dari Ancol menuju Sudirman benar-benar menguras energi. Dia selalu jalan ke depan dan ke belakang, padahal bus dalam keadaan jalan.

Sekarang Raihan sudah banyak kemajuan. Imitasi suara sudah dia kuasi. Kata-kata sudah dua suku kata. Hanya memang untuk anak usia 2.5 tahun kemampuan bicaranya masih setara dengan anak usia 1 tahun. Harapan saya cuma mudah-mudahan Raihan di sekolah tidak perlu guru pendamping seperti Fadhel.

Sumber: http://laresolo.multiply.com/journal/item/43/Raihan_juga_harus_terapi_wicara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar